Sponsor Links

Saturday, September 4, 2010

Demi Waktu

Demi Waktu
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Sesungguhnya Manusia dalam kerugian.
Kecuali Orang-orang yang beramal shaleh dan
saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
(QS : Al-Ashr 1-3)

Demi waktu, bahwa kita dalam keadaan merugi. Kita sering melakukan hal-hal yang tidak berguna. Sepanjang hidup kita; tenaga, waktu dan pikiran, sering kita gunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Ironisnya kita lebih suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak jelas tujuannya. Padahal jelas sekali Al-Qura’an mengajarkan kepada kita untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah.
Kita terlena dengan waktu luang kita. Waktu luang adalah saat-saat dimana kita berfikir tidak ada sesuatu yang harus kita kerjakan. Padahal, dalam hidup ini sebenarnya tidak ada waktu yang harus kita buang secara percuma. Kita bisa mengisi detik-detik hidup kita dengan aktivitas yang bermanfaat. Bahkan tidur saja itu bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat jika detik-detik lainnya kita diisi dengan aktivitas produktif. Jadi tidur merupakan usaha membangun kekuatan atau memulihkan tenaga agar kita lebih kuat lagi untuk mengerjakan pekerjaan selanjutnya.
Untuk itu, perlu kiranya kita memformulasikan hari-hari dalam kehidupan kita dengan jadwal aktivitas yang teratur. Jadwal ini akan memberikan arah ataupun panduan kepada kita akan apa yang harus kita kerjakan pada setiap detiknya. Pasalnya, kebanyakan dari kita itu terbunuh oleh waktu dan usia. Waktu luang yang kita gunakan untuk sesuatu yang sia-sia atau tidak produktif akan membawa kita pada kematian yang sia-sia. Waktu adalah pedang, jika kita tidak pandai menggunakannya. Maka kitalah yang akan terbunuh dengan waktu. Demikian juga dengan usia. Usia adalah masa dimana kita memiliki batas waktu. Dimana batas akhirnya pun tidak ada yang tahu. Batas waktu usia adalah rahasia Allah atas manusia. Allah sengaja tidak memberi tahu kapan kehidupan kita berakhir karena Ia ingin menguji sejauh mana keimanan dan komitmen aplikasi keimanan dalam hidup kita. Itulah sebabnya manusia harus berkarya dengan ibadah sebanyak-banyaknya guna mempersiapkan diri agar siap dipanggil kapan pun juga.
Semakin banyak aktivitas produktif dalam hidup kita, semakin banyak juga kemungkinan amal ibadah kita. Kita bekerja untuk dunia dapat dikatakan ibadah jika kita bekerja sesuai dengan ajaran agama atau tidak melanggar hukum agama. Kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk kebaikan umat manusia adalah jihad yang sangat besar pahalanya di sisi Allah swt. Apalagi kehidupan kita diisi dengan ibadah-ibadah yang sudah jelas-jelas untuk Allah swt. Kita solat, kita puasa, zakat dan naik haji merupakan bukti keimanan kita, dan keimanan itu akan terpancar dari gerak-gerik kita di dalam kehidupan bermasyarakat dan berkomunitas. Semakin sholih kita, berarti kita harus lebih banyak memberi daripada meminta.
Setiap muslim dianjurkan menjadi orang kuat. Orang yang kuat adalah orang yang kuat secara lahir dan batin. Orang yang kuat secara lahir berarti ia mampu berdiri sendiri. Ia mampu berkarya dalam kehidupannya sesuai dengan bidang yang ditekuni. Dengan demikian, ia akan dapat lebih banyak memberi daripada meminta. Sedangkan orang yang kuat batinnya. Ia akan tabah menghadapi cobaan, hambatan dan rintangan. Sehingga ia bagaikan pelita dalam kegelapan persoalan suadara-saudarannya. Orang yang kuat secara batin akan menjadi panutan. Ia tidak pernah mengeluh dengan kesulitan hidup ini. Ia tidak mudah menyerah dengan segala kondisi hidup ini. Bahkan ia mampu memberi semangat kepada saudara-saudaranya agar bangkit dan terus berjalan menuju Sang Pencipta. Ia benar-benar menyadari bahwa semua kehidupan adalah cobaan sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tidak ada yang perlu ditakuti dan disesali. Setiap makhluk yang sudah terlahir di muka bumi, maka apapun kondisinya kehidupan harus jalan terus. Tidak boleh berhenti. Tidak boleh menyerah. Sebelum sampai pada tujuan hakiki kehidupan, yaitu Allah swt. Semoga kita dimudahkan untuk mencapainya. Amien....

Saturday, August 21, 2010

Membangun Militansi di Organisasi

Membangun Militansi di Organisasi
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Kepala Pusat Bahasa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Pengertian organisasi
Organisasi berasal dari kata organon yang diartikan sebagai alat. Yaitu suatu alat dari suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama (Wikipedia). Dengan istilah lain, organisasi digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya baik uang, material, mesin, metode, maupun lingkungan, juga sarana-parasarana, data, dan yang lain. Orang-orang yang berada di organisasi tersebut bekerja dan menggunakan segala fasilitas secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Stoner, organisasi adalah suatu pola hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama (Efendi dkk. 1976). Dalam pengertian ini menunjukan bahwa peranan pimpinan menjadi ujung tombak jalannya organisasi. Pemimpin adalah pengarah dan penggerak dari semua komponen untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
Sementara itu, James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama (Willies, 1996). Pengertian ini mengacu pada setiap bentuk perserikatan atau perkumpulan. Meskipun tidak disebutkan peranan sentral dari seorang pemimpin, tetapi umumnya sebuah perserikatan memiliki seorang penggerak dari perkumpulan tersebut. Dengan demikian, setiap perkumpulan orang dapat dikatakan sebagai organisasi.
Ketiga, Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Wikipedia).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama. Penyatuan tersebut merupakan sebuah bentuk agar sekelompok orang tersebut memiliki kekuatan dan efektifitas di dalam mencapai suatu tujuan. Itulah sebabnya, sebuah organisasi dianggap baik jika organisasi memiliki komponen-komponen yang saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.
Orang-orang yang terlibat di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Mereka saling bekerja sama, untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula. Namun demikian, rasa keterkaitan ini bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Tetapi sebaliknya, perubahan yang konstan di dalam keanggotaan akan terus terjadi.
Partisipasi
Sebuah perkumpulan dapat dikatakan sebagai suatu organisasi jika ada partisipasi dari setiap komponen di dalam perkumpulan tersebut. Setiap individu dapat berinteraksi dengan semua struktur yang terkait baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih. Agar dapat berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada organisasi yang bersangkutan. Dengan berpartisipasi, setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan.
Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan.
Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Menuruth Keith Davis ada tiga unsur penting partisipasi:
1. Unsur pertama, bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
2. Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok.
3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. Hal ini diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belongingness”.
Keith Davis juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi, yaitu sebagai berikut:
1. Pikiran (psychological participation)
2. Tenaga (physical partisipation)
3. Pikiran dan tenaga
4. Keahlian
5. Barang
6. Uang

Partisipasi dalam organisasi menekankan pada pembagian wewenang atau tugas-tugas dalam melaksanakan kegiatannya dengan maksud meningkatkan efektifitas tugas yang diberikan secara terstruktur dan lebih jelas.
Bertolak dari pemahaman tersebut di atas, maka sudah sepantasnyalah jika kita berperan aktif di dalam organisasi dimana kita berada. Perankita sebagai bawahan adalah menjalankan fungsi dan tugas yang sudah ditentukan. Sedangkan peran kita sebagai pemimpin atau atasan adalah memberikan arahan, motivasi dan koordinasi dari semua komponen untuk bersama mencapai tujuan. Mengkomunikasikan tujuan bersama adalah tanggungjawab utama dari seorang pemimpin organisasi. Semakin efektif pemimpin mengkoordinasi dan menginstruksi bawahan, maka semakin sukses pula organisasi itu mencapai tujuan. Semoga.... wallahua’lam.

Thursday, August 19, 2010

Lailatul Qadar

Lailatul Qadar




"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Allah swt memberikan begitu banyak kebaikan dan kemudahan bagi umat manusia di muka bumi. Selain dilipatgandakan pahala bagi setiap kebaikan, pada bulan puasa Allah menurunkan malam yang disebut dengan lailatul qodar. Yaitu suatu malam dimana Allah memberikan sagala rahmat bagi siapa saja yang menemuinya. Seseorang yang menemui lailatul qodar akan menemukan kedamaian, kesejukan dan barokah dari Allah Swt. Dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa lailatul Qodar adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadhan, yang dalam Al Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an.
Nabi Muhammad saw selalu bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir dari bulan romadhan dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya. Pada sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Sebagaimana istri beliau –Ummul Mu'minin Aisyah ra berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya." (HR. Muslim)
Aisyah radhiyallahu 'anha juga mengatakan,
"Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima',pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya." (HR. Bukhari & Muslim)
Ibada-ibadah yang dilakukan pada saat sepertiga terakhir di bulan ramadhan meliputi; shalat, membaca Al Qur'an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Bukan melakukan hal-hal yang bersifat duniawi sebagaimana yang banyak dilakukan orang sekarang. Seperti yang kita tahu jika memasuki sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan kita lebih disibukan dengan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran (hari raya). Inilah hal ironis umat muslim saat ini yang lebih mengutamakan sepirit glamor keduniaan dibandingkan dengan meluangkan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Lihat saja bagaimana pada saat akhir-akhir romadhon setiap orang sudah sibuk dengan persiapan mudik, berjubel di berbagai pusat perbelanjaan sedangkan masjid sudah mulai kosong.

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Kita tidak pernah mengetahui kapan pastinya malam lailatul qodar itu turun. Oleh karena itu sebagai seorang muslim yang taat, pada sepertiga dari bulan ramadhan itu sepenuhnya kita perjuangkan untuk tetap menjalankan ibadah secara sungguh-sungguh. Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar adalah agar dapat dibedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut. Dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak.
Mengenai informasi kapan datangnya lailatu qadar dapat kita pahami dari beberapa hadits Rasulullah saw. Sebagaimana sabda Nabi Saw, Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.
"Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan." (HR. Bukhari)
"Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan." (HR. Bukhari)
"Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa." (HR. Bukhari)

Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar
1) Udara dan angin sekitar terasa tenang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
2) "Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan." (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)
3) Malaikat turun membawa ketenangan, sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
4) Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya, sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
5) Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih. Dari Abi bin Ka'ab bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya,"Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik." (HR. Muslim)
I’tikaf
Untuk dapat menemui malam lailatul qodar kita harus memperbanyak amalan ibadah secara sungguh-sungguh mendekatkkan diri kepada Allah. Ibadah yang mungkin jarang kita lakukan di luar bulan ramadhan adalah i’tikaf. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Iktikaf berarti berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah Swt. I’tikaf dapat dilakukan dengan sholat tahajud, membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah Swt.
I’tikaf ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi diri akan kehidupan kita yang penuh dengan berbagai kekurangan. Kita dapat memohon ampun atas segala khilaf dan memohon kekuatan agar kita diberi kekuatan dan kemudahan untuk dapat memperbaiki diri di dalam kehidupan ini.
Marilah kita berusaha sekuat tenaga menghabiskan waktu-waktu kita dengan berdiam diri di Masjid. Kita isi hari-hari kita dengan membaca Alqur’an, dzikir, memperbanyak sholat sunnah. Semoga Allah meridhoi kita untuk dapat menjumpai malam kemuliaan tersebut. Semoga ...

Friday, August 13, 2010

Amanah Berbuat Adil

Amanah Berbuat Adil



“ Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak dengannya dan apabila kalian menghukumi diantara manusia, maka hukumilah dengan adil. Sesungguhnya Allah yang paling baik menasehati kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (An-Nisa: 58).


Saat ini banyak orang putus asa dengan kehidupan ini. Pasalnya banyak orang yang diberi amanah menjadi pemimpin, tetapi tidak mengemban amanah itu secara baik. Amanah itu justru dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau golongannya. Ironisnya sebelum diberi amanah,berupa jabatan, mereka berjanji bahkan bersumpah dengan nama Illahi untuk mendapat simpati.
Kejadian yang terjadi di gedung DPR/MPR hanya bagian kecil dari bukti keputusasaan rakyat kecil untuk mengingatkan para pemimpin yang tidak adil. Kata-kata tidak didengar lagi. Demo sudah bukan barang baru, bahkan sekedar menjadi intertainment semata. Walhasil, wajarlah jika lahir tindakan-tindakan “destruktif” seperti yang dilakukan pak Pong dan kawan lainnya. Jika kritik sudah tidak mempan lagi apalagi hanya sekedar saran dan kritikan.
Jika para pemimpin sudah tidak lagi mengindahkan nasehat para ulama’ di negeri ini, maka siapa lagi yang dapat diandalkkan oleh rakyat kecil. Hasilnya adalah ketidak percayaan, sehingga setiap orang akan dengan caranya sendiri mengekspresikan kekecewaan dan kekesalan terhadap para pemimpin mereka. Hal itu tentu akan melahirkan tindakan destruktif yang berkepanjangan.

Pemimpin yang adil
Saat ini memang sangat sulit mencari pemimpin yang dapat di percaya. Hal ini terbukti dengan semakin terpuruknya lembaga-lembaga hukum kita. Lembaga hukum kita telah tercoreng dengan ditemukannya beberapa oknum yang terlibat dalam korupsi dan kolusi. Jika lembaga hukum saja demikian, bagaimana dengan lembaga-lembaga yang lain? Jawabanya, tentu akan lebih para dari itu.
Pemimpin yang adil akan mengemban amanah sesuai yang telah ditetapkan atau dijanjikan. Ia akan konsisten mencapai tujuan dengan tindakan-tindakan mulia, yaitu dengan cara yang benar, dengan tidak mengorbankan kepentingan rakyatnya. Pemimpin yang adil tidak akan mengorbankan bawahan demi kepentingan dirinya bahkan kepentingan organisasinya. Pemimpin yang adil harusnya justru berani berkorban untuk orang lain terutama bawahan agar bawahannya mendapatkan hak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan.
Dalam konsep yang sederhana, pemimpin adalah orang yang dipercaya mengemban amanah untuk mewakili kepentingan organisasinya (dalam kontek negara, rakyat). Pemimpin yang adil tidak akan melakukan atau memutuskan sesuatu tanpa landasan kebenaran. Apapun yang terjadi dengan organisasi, pucuk pimpinan bertanggungjawab atas segala sesuatunya. Sehingga keputusan apapun dan kebijakan apappun sangat tergantung dengan kebijakan pimpinan itu sendiri. Jika pemimpin dapat bersikap adil, dalam arti menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuannya, maka sinergi organisasi itu akan semakin baik. Jika sinergi ini dalam kondisi yang baik, maka organisasi itu akan semakin mudah mencapai tujuan bersama. Namun berbeda halnya jika pemimpin tidak bisa menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan. Sudah dapat dipastikan jalan organisasi akan pincang. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya sinergi di dalam organisasi tersebut.
Ketidakadilan dapat berakibat fatal dalam kehidupan. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai persoalan sosial akibat persaingan yang tidak sehat. Bahayanya lagi, ketidakadilan akan melahirkan kecemburuan sosial yang berakibat pada dihalalkanya segala cara untuk meraih jabatan. Kondisi ini pernah melanda umat islam, pada zaman kekhalifahan. Seperti yang digambarkan oleh KH Abdurrahman Muhammad (2009); “…caci maki dan fitnah terhadap keluarga Ali tidak saja dilakukan di wilayah privat, tapi juga di tempat-tempat umum, bahkan di masjid-masjid. Tak sedikit di antara para Khatib yang memanfaatkan mimbar Jumat sebagai ajang caci maki terhadap Ali dan keluarganya. Padahal, semua orang tahu bahwa Ali adalah orang pertama dari kelompok anak muda yang masuk Islam. Ia kelurga dekat, juga menantu kesayangan Rasulullah SAW. Ali mengikuti hampir semua peperangan menghadapi kaum kafir.”
Kejadian seperti itu tentu tidak boleh terulang kembali di kalangan umat Islam. Sesama muslim hendaknya mempererat persaudaraan dan ukhuah islamiah. Kalaupun ada pertentangan atau perbedaan hendaknya diselesaikan secara musyawarah. Hal itu akan lebih meredam perpecahan dan permusuhan.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menciptakan sinergi dalam organisasi. Yaitu kondisi dimana setiap komponen dalam komunitas itu memiliki rasa memiliki dan bersemangat untuk menjalankan tanggungjawabnya masing-masing.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memulai segala kebaikan dari pucuk pimpinan. Pemimpin adalah representasi dari setiap orang yang ada di bawahnya. Ia adalah representasi dari organisasi yang dipimpinnya. Jika pemimpin sudah sesuai dalam menjalankan amanah kekpemimpinan, secara otomatis menggerakan bawahan akan semakin mudah. Karena bawahan tidak akan membangkan dan akan lebih menghormati pemimpin yang amanah. Tetapi berbeda halnya jika pemimpin itu dholim. Pemimpin dholim; pilih sih atau tidak adil, maka akan lehir bawahan yang tidak sinergi dan tidak akan mengikuti bahkan menentang atasan mereka.
Kedua, seorang pemimpin harus transparan terhadap kebijakan-kebijakannya. Kebijakan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yaitu bawahan. Jika pemimpin dapat memusyawarahkan segala keputusan dan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban bawahannya, insya Allah bawahan akan menerima dengan lapang dada dan tidak akan membangkan dengan ketentuan pimpinannya. Oleh karena itu, pemimpin yang adil harus bersikap lapang dada dan terbuka terhadap segala ketentuan yang dibuat bersama. Tidak ada yang diistimewakan atas setiap komponen yang ada di dalam lembaga tersebut.
Ketiga, seorang pemimpin hanya akan mengambil keputusan jika sesuatu itu sudah dapat dibuktikan. Idealnya seorang pemimpin harus bijaksana terhadap segala persoalan. Ia tidak mudah percaya terhadap isu-isu yang berkembang, terutama yang berkaitan dengan persoalan di lembaga sendiri. Karena bisa jadi, orang-orang di sekelilingnya akan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapat simpati dari pemimpinnya. Dengan demikian, orang-orang yang berkepentingan akan menyebarkan fitnah terhadap golongan lain di dalam lembaga itu. Jika ini terjadi maka akan terjadi perpecahan, yang berarti juga akan mengurangi kekuatan atau bahakn menghancurkan organisasi itu sendiri.
Keempat, seorang pemimpin tidak suka menghukum, tetapi lebih suka memberi motivasi. Tugas ini adalah tugas yang sangat berat. Tetapi kalau kita melihat pola kepemimpinan Rasulullah saw, kita akan menemukan betapi beliau lebih banyak memotivasi orang-orang yang berbuat salah ketimbang memberi hukuman. Contoh saja ketika ada seseorang yang mengadu bahwa dirinya telah batal menjalankan puasa, karena ketidakmampuannya terhadap istrinya. Maka tidak sertamerta, Rasulullah menghujatnya sebagai manusia berdosa. Tetapi dengan bijaksana beliau mengajari dan menyarankan hamba itu berbuat sesuatu yang lebih baik. Inilah contoh pemimpin yang diharapkan oleh setiap manusia sepanjang jaman.
Kelima, seorang pemimpin lebih banyak memberi contoh daripada menegur. Dalam setiap kesempatan kita tentu melihat bagaimana pola kepemimpinan di lingkungan kita. Seorang pemimpin ditakuti, tetapi bukan dihormati. Kalaupun ada yang dihormati itu sementara saja saat pemimpin itu ada di depan mata, tetapi ketika pemimpin sudah pergi akan menjadi bahan caci maki. Coba lihatlah bagaimana bisa seorang pemimpin di negeri yang mayoritas muslim, justru jadi cemoohan, ejekan dan hujatan. Hal ini tentu karena seorang pemimpin tidak dapat memberi contoh yang lebih baik dalam kehidupan ini.
Mudah-mudahan kesadaran kita akan pentingnya memimpin dengan amanah akan membawa kita pada kedamaian dan kesejahteraan bersama. Hal itu hanya akan terwujud jika kita meneladani pola kepemimpinan yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Semoga dengan usaha yang sungguh-sunggu kita akan diberi kekuatan untuk mengikuti pola kepemimpiannya. Amin..

Thursday, August 12, 2010

Pemimpin Dilarang Mengeluh

Pemimpin Dilarang Mengeluh
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Beberapa saat yang lalu kita baru saja menyadari bahwa pemimpin kita mengeluh. Presiden mengeluh terhadap kondisi yang dihadapi, terutama mengenai terorisme. Presiden nampaknya wawas dengan adanya berbagai ancaman yang membahayakan dirinya. Jika presiden saja mengeluh bagiamana dengan rakyatnya? Jika presiden saja mengeluh, tentu rakyat kecil akan lebih mengeluh. Pasalnya, rakyat kecil terancam dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok, terutama menjelang lebaran. Belum lagi ancaman kenaikan TDL dan kebutuhan-kebutuhan lainya. Lebih menakutkan lagi akan adanya ledakan gas beracun yang siap menelan siapa saja, tentunya masyakat miskin yang hanya mampu membeli gas 3 kiloan.
Kenginan mengeluh adalah sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Tindakan ini dilakukan oleh orang-orang yang menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan. Bisa karena khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk padanya, atau karena kondisi yang tidak menyenangkan. Mengeluh umumnya dilakukan oleh orang-orang yang hidup susah. Baik susah secara ekonomi, karena belum dapat perkerjaan, susah karena harga-harga naik dan lain sebagainya.
Sikap mengeluh hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak sabar dengan cobaan yang dihadapi. Seberat apapun ujian dan tantangan dalam kehidupan harus dihadapi dengan lapang dada dan pantang menyerah. Namun demikian, bagaimana jika yang mengeluh itu seorang presiden? Tentu akan timbul berbagai pertanyaan. Apa yang terjadi dengan presiden tersebut? Apakah presiden sedang galau menghadapi harga-harga yang naik menjelang lebaran? Atau mengeluh karena kurang tunjangan?
Harusnya, seorang pemimpin pantang untuk mengeluh. Apalagi dihadapan rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin yang suka mengeluh menunjukan ketidakikhlasan atas pekerjaan dan beban yang diembanya. Apapun resikonya menjadi seorang pemimpin harus bisa menunjukan bahwa pemimpin itu siap menghadapi segala resiko, termasuk resiko mengorbankan jiwa dan raga. Pemimpin yang bijak merelakan diri dan segalanya untuk masyarakat yang dipimpinnya.
Jika seorang pemimpin mengeluh dihadapan rakyatnya bagaimana mungkin rakyat akan menggantungkan harapan dan perlindungan dari pemimpinnya. Rakyat sangat percaya bahwa pemimpin yang telah dipilihnya mampu menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Pemimpin yang kuat secara lahir batin akan memberikan semangat dan atmosfir positif terhadap segala kondisi yang dihadapi. Hal itu akan menjadikan siapa saja yang dipimpin semakin percaya dan bersemangat menjalani kehidupan dengan berbagai kondisi.
Seseorang yang mengeluh menandakan tidak percaya kepada Allah swt. Karena sesungguhnya segala sesuatu datang dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengeluh ia akan menjadi lemah, frustasi dan merasa tidak mampu menghadapi persoalan yang dihadapi, akhirnya lahirlah ungkapan-ungkapan ketidakmampuan menahan diri dari segala persoalan yang dihadapi.
Dengan mengeluh atau dalam istilah anak mudah churhat, orang memang dapat mengurangi beban psikologis yang dihadapi. Tetapi hal itu tentu tidak etis jika dilakukan oleh seorang pemimpin, apalagi pemimpin negara. Seorang pemimpin yang terlalu banyak mengeluh akan menimbulkan efek negatif terhadap kehidupan sebuah organisasi, baik besar maupun kecil. Misalnya saja seorang karyawan yang banyak mengeluh tentu tidak akan disukai rekan kerjanya. Karena orang-orang seperti ini akan lebih banyak menggantungkan diri kepada oang lain. Dan tentunya kebiasaan mengeluh akan mempengaruhi orang-orang yang ada di sekelilingnya. Orang yang suka mengeluh tidak dapat dijadikan tumpuan dan harapan, karena orang seperti ini hanya akan merepotkan orang lain.

Kepemimpinan Itu Adalah Amanah
Pada dasarnya, kepemimpinan adalah amanah yang membutuhkan karakter dan sifat-sifat tertentu. Seseorang dinilai layak untuk memegang amanah kepemimpinan atas dasar mampu memikul amanah kepemimpinan. Sifat-sifat kepemimpinan tersebut dalam Islam sangat penting untuk dipertimbangkan. Ia harus kuat secara lahir maupun batin. Fisik dan mental akan sangat mempengaruhi cara berfikir dan cara pengambilan kebijakan di dalam kepemimpinannya. Oleh karena itu, di dalam Islam perlu diperhatikan beberapa kriteria seorang pemimpin, diantaranya:
Pertama, al-quwwah (kuat). Seorang pemimpin haruslah kuat lahir dan batinnya. Karena ketika ia mengemban amanah memimpin umat, setiap orang yang dipimpinnya akan menggantungkan segala harapan kepadanya. Untuk itu kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Orang yang lemah akan mudah putus asa dan mudah mengeluh ketika diserahi tanggungjawab. Bahkan jika merasa tidak bisa cenderung akan meninggalkan tanggungjawab tersebut, bahkan akan mencari kesalahan orang lain.
Rasulullah Saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya.”
Yang dimaksudkan kekuatan di dalam hadits tersebut adalah kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Artinya seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat, sesuai syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara sulit yang harus segera diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu melahirkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana. Ia mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya, pasti akan merugikan dan menyesatkan rakyat yang dipimpinya.
Selain kekuataan ‘aqliyyah, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan nafsiyyah (kejiwaan). Kejiwaan yang kuat akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, emosional atau tidak sabar. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya cenderung mudah mengeluh, gampang emosi, serampangan bahkan gegabah dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang seperti ini sangat membahayakan bagi orang-orang yang dipimpin. Karena rakyat akan semakin merasa wawas dan gelisah dengan masa depan mereka.
Kedua, al-taqwa (ketaqwaan). Ketaqwaan adalah sifat yang sangat penting harus dimiliki seorang pemimpin. Ketakwaan merupakan kunci dari kepempimpinan di dalam Islam. Seorang pemimpin yang bertakwa akan berpegang teguh pada aturan dan nilai-nilai di dalam Islam. Oleh karena itu, pemimpin yang bertakwa tidak akan menyengsarakan rakyatnya hanya untuk kepentingan diri sendiri dan golongan. Bahkan lagi seorang pemimpin yang bertakwa akan mengikuti apa yang telah digariskan oleh Allah swt.
Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa tatkala Rasulullah saw melantik seorang amir pasukan atau ekspedisi perang, beliau berpesan kepada mereka terutama pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT dan bersikap baik kepada kaum Muslim yang bersamanya.(HR. Muslim & Ahmad).
Pemimpin yang bertaqwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Ia tidak akan menyimpang dari aturan Allah SWT. Ia sadar bahwa, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya. Berbeda dengan pemimpin yang tidak bertaqwa, yang cenderung untuk menggunakan kekuasaannya untuk menindas, mendzalimi dan memperkaya diri sendiri. Pemimpin seperti ini merupakan sumber fitnah dan penderitaan.
Ketiga, al-rifq (lemah lembut). Seorang pemimpin haruslah bersifat lemah lembut ketika bergaul dengan rakyat. Pemimpin akan semakin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya jika ia memimpin secara lemah lembut. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa ‘Aisyah ra berkata, ”Saya mendengar Rasulullah saw berdoa di rumah ini, ‘Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia memberatkannya, maka beratkanlah dirinya, dan barangsiapa yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.” (HR. Muslim).
Pemimpin yang lemah lembut tidak akan ambisius dengan kekuasaan. Dengan demikian, ia tidak akan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Lebih dari itu, ia juga tidak akan meremehkan, memfitnah, dan menghujat lawan politik yang ada di sekitarnya. Inilah sumber fitnah dalam ranah kepemimpinan di negeri kita saat ini. Kita sering menyaksikan bagaimana para pemimpin di teras atas, dengan berbagai cara yang sesungguhnya dilarang di dalam Islam. Seolah-olah tindakan-tindakan menfitnah dan menghujat sudah bukan larangan lagi. Padahal setelah mendudukan mereka dapatkan, mereka tidak memperjuangkan sebagaimana yang dijanjikan sebelum mendudukinya.
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa diberi kekuasaan oleh Allah SWT untuk mengurusi urusan umat Islam, kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinan mereka, maka Allah SWT tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinannya di hari kiamat.” (HR. Abu Dâwud & at-Tirmidzi).
Semoga kita terhindar dari sifat-sifat munafik yang ada di dalam diri kita. kita tidak boleh meminta jabatan, tetapi jika diserahi amanah memimpin umat maka harus dikerjakan sebaik-baiknya, yaitu dengan menerima segala resiko dan tidak mengenluh dengan berbagai kondisi. Hanya dengan inilah kita akan menemukan kepemimpinan yang dapat menjadi panutan, tumpuan dan gantungan dalam menghadapi persoalan kehidupan yang semakin kompleks ini. Semoga Allah memberikan jalan kemudahan bagi segala persoalan hidup kita. amin..

(dimuat di Republika hari Kamis 2 September 2010)

Wednesday, August 11, 2010

Hikmah Perintah Puasa

Hikmah Perintah Puasa




“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
(Al-Baqarah: 183)

Bulan romadhan sudah hampir tiba. Bulan romadhan adalah bulan penggemblengan. Bulan, dimana setiap muslim dilatih untuk mengendalikan nafsunya. Baik nafsu makan dan minum, juga nafsu-nafsu duniawi lainnya. Pada bulan ini umat muslim dilarang melakukan hal-hal yang tidak penting, dan dianjurkan untuk mengerjakan amalan kebaikan sebanyak mungkin. Amalan itu baik yang berkaitan dengan ibadah langsung kepada Allah, maupun maupun ibadah sosial. Ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan puasa akan diberi balasan berlipat ganda.
Pada bulan puasa kita dilarang makan dan minum. Secara sosial, hal ini dimaksudkan agar kita dapat merasakan bagaimana sengsaranya saudara-saudara kita yang tidak mendapat nikmat berupa rezeki makanan. Kita diajari untuk hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan dan minuman. Ini juga menunjukan bahwa Islam sangat menganjurkan kepada umat muslim agar ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain sesama muslim.
Puasa bukan hanya berhenti dari aktivitas makan dan minum, tetapi kita juga dianjurkan untuk tidak melakukan dosa-dosa kecil apalagi dosa besar. Dosa-dosa yang berkaitan dengan orang lain; seperti menggunjing, meremehkan, mencela, mengambil hak orang lain dan lain sebagainya. Dosa-dosa itu sering tidak disadari kita lakukan sepanjang hidup kita. Baik dengan keluarga sendiri maupun dengan tetangga kita. Mungkin kita sering jengkel, sering marah-marah karena ketidakpuasan kita atas mereka. Ataupun dosa kita kepada tentangga, karena kita secara sengaja maupun tidak disengaja menyinggung perasaan, membicarakan kekurangan-kekurangan mereka dan lain sebagainya. Intinya dengan berpuasa kita harus menyadari bahwa apa yang dirasakan orang lain harus dapat kita rasakan pula. Dengan demikian kita akan peka terhadap persoalan sosial yang ada di sekeliling kita.

Manfaat puasa
Di era modern ini begitu banyak orang mengalami persoalan kesehatan karena overnutrisi. Manusia modern melampiaskan nafsu makan dan minumnya sekehendak mereka. Walhasil, sering kita menemukan manusia-manusia yang cemas dengan kondisi tubuh yang tidak terkontrol, alias kegemukan. Kondisi tubuh yang tidak sehat ini juga berpengaruh terhadap kejiwaan mereka, sehingga timbulah berbagai macam penyakit mengerikan. Penyakit-penyakit seperti tumor, gagal ginjal, strok dan lain sebagainya lebih disebabkan oleh tidak terkontrolnya pola makan atau gaya hidup manusia itu sendiri.
Berkenaan dengan hal tersebut, puasa memberikan solusi atas berbagai macam persoalan overnutrisi yang terjadi pada masyarakat modern. Pertama, dari segi kesehatan, puasa akan memberikan dampak yang sangat bagus bagi kesehatan. Selama tidak berpuasa kita mengkonsumsi berbagai macam makanan yang mengandung berbagai zat yang terkadang tidak sehat bagi tubuh kita. Dengan berpuasa, tubuh kita akan mengurangi kadar negatif yang ada di dalam tubuh. Disamping itu, pada saat berpuasa kita juga dianjurkan memakan makanan yang lebih baik ketimbang di luar bulan puasa. Dengan demikian, pada saat puasa kita akan mengontrol makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, puasa akan memberi kesempatan pada alat pencernaan untuk beristirahat sebentar. Selama puasa makanan dan cairan yang masuk ke dalam tubuh dikurangi, maka secara otomatis alat pencernaan pun aktivitasnya berkurang. Kondisi ini akan mendukung pemulihan sel-sel yang terkontaminasi oleh zat-zat yang merusak tubuh. Itulah sebabnya selama puasa kita dianjurkan untuk lebih banyak minum, atau meminum minuman yang banyak mengandung gizi.
Ketiga, puasa dapat mengatur nutrisi yang masuk ke dalam tubuh kita, sehingga menghindarkan kondisi overnutrisi. Menurut ahli kesehatan, kelebihan gizi atau overnutrisi mengakibatkan kegemukan yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti kolesterol dan trigliserida tinggi, jantung koroner, kencing manis (diabetes mellitus), dan lain-lain.
Keempat, puasa dapat membersihkan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Dengan berpuasa, membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita, sehingga menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat racun dan karsinogen dan mengeluarkannya dari dalam tubuh.
Kelima, dengan berpuasa menambah jumlah sel darah putih. Sel darah putih berfungsi untuk menangkal serangan penyakit sehingga dengan penambahan sel darah putih secara otomatis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Keenam, manfaat lainnya berpuasa adalah; menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh, memperbaiki fungsi hormon, meremajakan sel-sel tubuh, dan meningkatkan fungsi organ tubuh.
Gambaran di atas merupakan bagian kecil dari manfaat puasa secara medis. Manfaat lainnya dan yang tidak kalah penting adalah manfaat secara mental (sepiritual). Puasa juga akan memberikan dampak yang luar biasa pada batin manusia. Kita memahami bahwa pola pikir dan otak kita sangat dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita. Oleh karena itu, dengan berpuasa tentu akan memberikan dampak yang positif terhadap kejiwaan kita.
Dampak positif dari puasa diantarnya adalah; pertama, puasa melatih kita disiplin dalam mengendalikan diri. Kita makan dan menahan diri untuk tidak makan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Kita juga dilatih mengendalikan diri untuk tidak menuruti semua nafsu-nafsu yang ada dalam diri kita. Kalau kita tidak berpuasa kita akan makan dan minum sekehendak kita, tetapi dalam puasa kita harus makan dan minum dalam waktu yang telah ditentukan. Kebiasaan mengatur pola makan dan minum ini jika dibiasakan akan melatih kita mengendalikan hawa nafsu kita.
Kedua, puasa melatih kita untuk bersikap jujur. Pada saat berpuasa mungkin tak seorangpun tahu kalau kita sedang berpuasa. Atau kita bisa saja mengatakan berpuasa tetapi ditempat tersembunyi kita makan sesuatu. Dengan berpuasa kita dilatih berkata dan bertindak secara jujur bahwa Allah mengetahui segala yang kita lakukan meskipun orang lain tidak mengetahuinya.
Ketiga, berpuasa memberikan kepada kita perasaan akan kebersamaan. Terutama jika kita melakukan buka puasa bersama. Kita juga diajari untuk saling mengingatkan pada saat sahur dianjurkan membangunkan sesama muslim yang sedang tidur untuk makan sahur. Dan lain sebagianya.
Terakhir dan yang paling penting, bahwa puasa menyadarkan kepada kita bahwa ktia adalah makhluk yang lemah. Kita menyadari bahwa sehari saja tidak makan dan tidak minum kita sudah kekurangan tenaga, apalagi jika kita tidak dapat menikmati makanan dan minuman selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi kehidupan kita. Kewajiban kita agar berpuasa ternyata memberikan manfaat yang sangat besar dalam diri kita baik lahir maupun batin. Dari sini juga dapat kita ambil pelajaran bahwa setiap perintah dan larang dari Allah itu sebenarnya hanya untuk kepentingan manusia itu sendiri. Masihkah kita akan mengingkarinya? Hanya kita sendiri yang dapat menentukan dan mengambil pilihan atas kehidupan ini. Wallahua’lam..

(dimuat di Radar Jogja Rabu, 11 Agustur 2010

Sunday, August 8, 2010

Mental Pengemis

Mental Pengemis

Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Entah apa yang terjadi pada diri kita sehingga kita sering lebih suka meminta daripada memberi. Kita lebih suka berpangku tangan, entah tentang persoalan diri sendiri apalagi persoalan orang lain. Kita mengabaikan tanggungjawab kita dan memilih menikmati hidup sesuai dengan kehendak kita. Ditambah lagi kita tidak pernah mau menyadari bahwa diri kita memiliki tanggungjawab yang sangat besar terhadap kehidupan ini.

Kita manusia diciptakan sebagai kholifah, pemimpin. Kita diharapkan dapat memberi kebaikan dengan kelebihan atau dengan potensi yang ada di dalam diri kita. Jika kita berlebih harta, diharap berjihad dengan harta, demikian juga dengan kelebihan kita akan tenaga, waktu, ilmu, waktu luang bahkan kelapangan dada kita pun harus kita manfaatkan untuk kebaikan bersama. Doa kita adalah bagian terpenting untuk merubah kehidupan dunia ini agar lebih baik. Doa adalah kekuatan terakhir, jika kita tidak mampu berjihad dengan kekuatan lainya. Doa adalah jihad yang paling rendah bagi seorang muslim.

Jika hidup kita hanya mengalir mengikuti arus, maka sudah dapat dipastikan kita tidak akan memiliki kontribusi apa-apa dalam kehidupan ini. Kita tidak akan dapat mempengaruhi atau merubah kaum kita. karena dengan mengikuti arus, kita sendiri tergelincir dalam kehidupan yang tidak pasti. Oleh karena itu kita harus melawan arus kehidupan, jika memang kehidupan saat ini jauh dari apa yang diharapkan dalam Islam.

Berpatokanlah pada agama agar kehidupan ini terarah. Agama adalah pedoman dan pegangan hidup yang harus dipegang secara teguh dan konsisten. Memang tidak mudah memegang komitmen itu. Akan ada pertentangan, perlawanan bahkan fitnah yang bakal kita hadapi. Tapi jika kita lulus dari semua itu, nama kita dan jasa kita akan menjadi legenda dalam kehidupan ini. Dan ingatlah apapun yang kita kerjakan bukan semata-mata untuk manusia, tetapi perjuangan itu semata untuk Allah semata. Jika kita gagal, kita tidak akan putus asa. Demikian juga kalau kita berhasil, kita tidak akan buta terhadap sanjungan dari manusia.

Perjuangkanlah setiap gagasan yang berdasar atas kebenaran. Setiap gagasan yang disampaikan akan memberikan pengaruh kepada orang lain. Minimal mengingatkan orang lain, atau sekedar menunjukan kebenaran itu. Gagasan yang di bagikan akan menjadi dinamika yang baik bagi kehidupan. Berbeda halnya jika gagasan itu tidak disampaikan dan bahkan hanya menjadi gerundelan di belakang. Gagasan yang tidak dibagikan ibarat api dalam sekam, kapan saja siap meledak dan tak terkendalikan.

Lakukan setiap kebaikan meskipun itu sedikit. Kerjakan secara terus menerus kebaikan itu agar nanti menjadi besar. Sadari bahwa yang besar itu dimulai dari yang kecil. Kesempurnaan dimulai dari kekurangan-kekurangan. Tidak ada satu hal pun yang terlahir dengan sempurna. Semuanya memerlukan proses dan waktu yang terus menerus bertumbuh dan berkembang. Seperti sebuah gedung yang harus diawali dari pembangunan fondasi. Fondasi yang paling dasar adalah kekuatan utama dari sebuah bangunan. Jika fondasinya tidak kuat, alamat keruntuhan bangungan itu. Meskipun fondasi tidak nampak tetapi ia memiliki peran besar dalam kehidupan sebuah bangunan. Semakin dalam dan semakin tidak nampak, fondasi akan semakin kokoh.

Fondasi adalah simbul kedalaman ilmu yang ada jauh di dalam diri seseorang. Ia tidak seperti harta, atau kekayaan lainnya tetapi ada di dasar diri setiap orang. Orang yang berilmu akan memiliki kekuatan lahir dan batin yang luar biasa di dalam mengarungi kehidupan ini. Itulah kekuatan yang tidak dapat disembunyikan dalam kehidupan ini. Ilmu adalah bekal terbaik dalam kehidupan ia bisa dibawa kemana saja. Ia bukan menjadi beban tetapi justru dapat menyelamatkan diri kita.

Dengan berbekal ilmu itulah jadikan dirimu pelita dalam kehidupan ini. Meskipun saat ini kamu dihujat, dicacimaki, diremehkan dan mungkin dikucilkan, jangan pernah menyerah karena itu adalah ujian dalam kehidupan mu. Ujian itu akan menjadikkan mu besar. Ibarat mutiara, saat ini kamu sedang diolah. Kamu sedang dirancang. Oleh karena itu kamu harus siap digembleng dengan berbagai persoalan dalam kehidan. Semakin berat dan semakin sulit persoalan yang kamu hadapi maka akan semakin sempurna kehidupan mu kelak. Emas dan muatiara hanya terlahir dari proses yang cukup panjang dan melelahkan. Jika putus di tengah jalan maka tidak akan disbut kesempurnaan.

Mulailah dari sekarang juga. Mumpung masih ada kesempatan. Masih ada waktu untuk berbenah. Masih ada kekuatan. Masih ada niat dalam kehidupn untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Niat adalah modal utama setiap orang untuk dapat merubah diri. Karena niat adalah kekuatan di dalam diri yang sangat berharga dalam kehidupan ini. Banyak orang yang sesungguhnya berpotensi, tetapi karena tidak memiliki niat yang kuat mereka hancur dan hilang dengan sendirinya. Mereka yang tidak memiliki niat yang kuat akan hanyut terbawa arus derasnya kehidupan yang sangat mengerikan ini.

Semoga kita diberi kekuatan dan keselamatan sehingga kita bisa mencampai tujuan hidup kita. amien..

Angkringan Jl. Pramuka, 09 Agustus 2010

Saturday, August 7, 2010

Demi Waktu

Demi Waktu
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Sesungguhnya Manusia dalam kerugian.
Kecuali Orang-orang yang beramal shaleh dan
saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
(QS : Al-Ashr 1-3)

Demi waktu, bahwa kita dalam keadaan merugi. Kita sering melakukan hal-hal yang tidak berguna. Sepanjang hidup kita; tenaga, waktu dan pikiran, sering kita gunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Ironisnya kita lebih suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak jelas tujuannya. Padahal jelas sekali Al-Qura’an mengajarkan kepada kita untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah.

Kita terlena dengan waktu luang kita. Waktu luang adalah saat-saat dimana kita berfikir tidak ada sesuatu yang harus kita kerjakan. Padahal, dalam hidup ini sebenarnya tidak ada waktu yang harus kita buang secara percuma. Kita bisa mengisi detik-detik hidup kita dengan aktivitas yang bermanfaat. Bahkan tidur saja itu bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat jika detik-detik lainnya kita diisi dengan aktivitas produktif. Jadi tidur merupakan usaha membangun kekuatan atau memulihkan tenaga agar kita lebih kuat lagi untuk mengerjakan pekerjaan selanjutnya.

Untuk itu, perlu kiranya kita memformulasikan hari-hari dalam kehidupan kita dengan jadwal aktivitas yang teratur. Jadwal ini akan memberikan arah ataupun panduan kepada kita akan apa yang harus kita kerjakan pada setiap detiknya. Pasalnya, kebanyakan dari kita itu terbunuh oleh waktu dan usia. Waktu luang yang kita gunakan untuk sesuatu yang sia-sia atau tidak produktif akan membawa kita pada kematian yang sia-sia. Waktu adalah pedang, jika kita tidak pandai menggunakannya. Maka kitalah yang akan terbunuh dengan waktu. Demikian juga dengan usia. Usia adalah masa dimana kita memiliki batas waktu. Dimana batas akhirnya pun tidak ada yang tahu. Batas waktu usia adalah rahasia Allah atas manusia. Allah sengaja tidak memberi tahu kapan kehidupan kita berakhir karena Ia ingin menguji sejauh mana keimanan dan komitmen aplikasi keimanan dalam hidup kita. Itulah sebabnya manusia harus berkarya dengan ibadah sebanyak-banyaknya guna mempersiapkan diri agar siap dipanggil kapan pun juga.

Semakin banyak aktivitas produktif dalam hidup kita, semakin banyak juga kemungkinan amal ibadah kita. Kita bekerja untuk dunia dapat dikatakan ibadah jika kita bekerja sesuai dengan ajaran agama atau tidak melanggar hukum agama. Kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk kebaikan umat manusia adalah jihad yang sangat besar pahalanya di sisi Allah swt. Apalagi kehidupan kita diisi dengan ibadah-ibadah yang sudah jelas-jelas untuk Allah swt. Kita solat, kita puasa, zakat dan naik haji merupakan bukti keimanan kita, dan keimanan itu akan terpancar dari gerak-gerik kita di dalam kehidupan bermasyarakat dan berkomunitas. Semakin sholih kita, berarti kita harus lebih banyak memberi daripada meminta.

Setiap muslim dianjurkan menjadi orang kuat. Orang yang kuat adalah orang yang kuat secara lahir dan batin. Orang yang kuat secara lahir berarti ia mampu berdiri sendiri. Ia mampu berkarya dalam kehidupannya sesuai dengan bidang yang ditekuni. Dengan demikian, ia akan dapat lebih banyak memberi daripada meminta. Sedangkan orang yang kuat batinnya. Ia akan tabah menghadapi cobaan, hambatan dan rintangan. Sehingga ia bagaikan pelita dalam kegelapan persoalan suadara-saudarannya. Orang yang kuat secara batin akan menjadi panutan. Ia tidak pernah mengeluh dengan kesulitan hidup ini. Ia tidak mudah menyerah dengan segala kondisi hidup ini. Bahkan ia mampu memberi semangat kepada saudara-saudaranya agar bangkit dan terus berjalan menuju Sang Pencipta. Ia benar-benar menyadari bahawa semua kehidupan adalah cobaan sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tidak ada yang perlu ditakuti dan disesali. Setiap makhluk yang sudah terlahir di muka bumi, maka apapun kondisinya kehidupan harus jalan terus. Tidak boleh berhenti. Tidak boleh menyerah. Sebelum sampai pada tujuan hakiki kehidupan, yaitu Allah swt. Semoga kita dimudahkan untuk mencapainya. Amien....

Thursday, August 5, 2010

Amanah Berbuat Adil

Amanah Berbuat Adil




“ Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak dengannya dan apabila kalian menghukumi diantara manusia, maka hukumilah dengan adil. Sesungguhnya Allah yang paling baik menasehati kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (An-Nisa: 58).


Saat ini banyak orang putus asa dengan kehidupan ini. Pasalnya banyak orang yang diberi amanah menjadi pemimpin, tetapi tidak mengemban amanah itu secara baik. Amanah itu justru dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau golongannya. Ironisnya sebelum diberi amanah,berupa jabatan, mereka berjanji bahkan bersumpah dengan nama Illahi untuk mendapat simpati.

Kejadian yang terjadi di gedung DPR/MPR hanya bagian kecil dari bukti keputusasaan rakyat kecil untuk mengingatkan para pemimpin yang tidak adil. Kata-kata tidak didengar lagi. Demo sudah bukan barang baru, bahkan sekedar menjadi intertainment semata. Walhasil, wajarlah jika lahir tindakan-tindakan “destruktif” seperti yang dilakukan pak Pong dan kawan lainnya. Jika kritik sudah tidak mempan lagi apalagi hanya sekedar saran dan kritikan.

Jika para pemimpin sudah tidak lagi mengindahkan nasehat para ulama’ di negeri ini, maka siapa lagi yang dapat diandalkkan oleh rakyat kecil. Hasilnya adalah ketidak percayaan, sehingga setiap orang akan dengan caranya sendiri mengekspresikan kekecewaan dan kekesalan terhadap para pemimpin mereka. Hal itu tentu akan melahirkan tindakan destruktif yang berkepanjangan.

Pemimpin yang adil
Saat ini memang sangat sulit mencari pemimpin yang dapat di percaya. Hal ini terbukti dengan semakin terpuruknya lembaga-lembaga hukum kita. Lembaga hukum kita telah tercoreng dengan ditemukannya beberapa oknum yang terlibat dalam korupsi dan kolusi. Jika lembaga hukum saja demikian, bagaimana dengan lembaga-lembaga yang lain? Jawabanya, tentu akan lebih para dari itu.

Pemimpin yang adil akan mengemban amanah sesuai yang telah ditetapkan atau dijanjikan. Ia akan konsisten mencapai tujuan dengan tindakan-tindakan mulia, yaitu dengan cara yang benar, dengan tidak mengorbankan kepentingan rakyatnya. Pemimpin yang adil tidak akan mengorbankan bawahan demi kepentingan dirinya bahkan kepentingan organisasinya. Pemimpin yang adil harusnya justru berani berkorban untuk orang lain terutama bawahan agar bawahannya mendapatkan hak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan.

Dalam konsep yang sederhana, pemimpin adalah orang yang dipercaya mengemban amanah untuk mewakili kepentingan organisasinya (dalam kontek negara, rakyat). Pemimpin yang adil tidak akan melakukan atau memutuskan sesuatu tanpa landasan kebenaran. Apapun yang terjadi dengan organisasi, pucuk pimpinan bertanggungjawab atas segala sesuatunya. Sehingga keputusan apapun dan kebijakan apappun sangat tergantung dengan kebijakan pimpinan itu sendiri. Jika pemimpin dapat bersikap adil, dalam arti menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuannya, maka sinergi organisasi itu akan semakin baik. Jika sinergi ini dalam kondisi yang baik, maka organisasi itu akan semakin mudah mencapai tujuan bersama. Namun berbeda halnya jika pemimpin tidak bisa menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan. Sudah dapat dipastikan jalan organisasi akan pincang. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya sinergi di dalam organisasi tersebut.

Ketidakadilan dapat berakibat fatal dalam kehidupan. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai persoalan sosial akibat persaingan yang tidak sehat. Bahayanya lagi, ketidakadilan akan melahirkan kecemburuan sosial yang berakibat pada dihalalkanya segala cara untuk meraih jabatan. Kondisi ini pernah melanda umat islam, pada zaman kekhalifahan. Seperti yang digambarkan oleh KH Abdurrahman Muhammad (2009); “…caci maki dan fitnah terhadap keluarga Ali tidak saja dilakukan di wilayah privat, tapi juga di tempat-tempat umum, bahkan di masjid-masjid. Tak sedikit di antara para Khatib yang memanfaatkan mimbar Jumat sebagai ajang caci maki terhadap Ali dan keluarganya. Padahal, semua orang tahu bahwa Ali adalah orang pertama dari kelompok anak muda yang masuk Islam. Ia kelurga dekat, juga menantu kesayangan Rasulullah SAW. Ali mengikuti hampir semua peperangan menghadapi kaum kafir.”
Kejadian seperti itu tentu tidak boleh terulang kembali di kalangan umat Islam. Sesama muslim hendaknya mempererat persaudaraan dan ukhuah islamiah. Kalaupun ada pertentangan atau perbedaan hendaknya diselesaikan secara musyawarah. Hal itu akan lebih meredam perpecahan dan permusuhan.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menciptakan sinergi dalam organisasi. Yaitu kondisi dimana setiap komponen dalam komunitas itu memiliki rasa memiliki dan bersemangat untuk menjalankan tanggungjawabnya masing-masing.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah memulai segala kebaikan dari pucuk pimpinan. Pemimpin adalah representasi dari setiap orang yang ada di bawahnya. Ia adalah representasi dari organisasi yang dipimpinnya. Jika pemimpin sudah sesuai dalam menjalankan amanah kekpemimpinan, secara otomatis menggerakan bawahan akan semakin mudah. Karena bawahan tidak akan membangkan dan akan lebih menghormati pemimpin yang amanah. Tetapi berbeda halnya jika pemimpin itu dholim. Pemimpin dholim; pilih sih atau tidak adil, maka akan lehir bawahan yang tidak sinergi dan tidak akan mengikuti bahkan menentang atasan mereka.

Kedua, seorang pemimpin harus transparan terhadap kebijakan-kebijakannya. Kebijakan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yaitu bawahan. Jika pemimpin dapat memusyawarahkan segala keputusan dan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban bawahannya, insya Allah bawahan akan menerima dengan lapang dada dan tidak akan membangkan dengan ketentuan pimpinannya. Oleh karena itu, pemimpin yang adil harus bersikap lapang dada dan terbuka terhadap segala ketentuan yang dibuat bersama. Tidak ada yang diistimewakan atas setiap komponen yang ada di dalam lembaga tersebut.

Ketiga, seorang pemimpin hanya akan mengambil keputusan jika sesuatu itu sudah dapat dibuktikan. Idealnya seorang pemimpin harus bijaksana terhadap segala persoalan. Ia tidak mudah percaya terhadap isu-isu yang berkembang, terutama yang berkaitan dengan persoalan di lembaga sendiri. Karena bisa jadi, orang-orang di sekelilingnya akan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapat simpati dari pemimpinnya. Dengan demikian, orang-orang yang berkepentingan akan menyebarkan fitnah terhadap golongan lain di dalam lembaga itu. Jika ini terjadi maka akan terjadi perpecahan, yang berarti juga akan mengurangi kekuatan atau bahakn menghancurkan organisasi itu sendiri.

Keempat, seorang pemimpin tidak suka menghukum, tetapi lebih suka memberi motivasi. Tugas ini adalah tugas yang sangat berat. Tetapi kalau kita melihat pola kepemimpinan Rasulullah saw, kita akan menemukan betapi beliau lebih banyak memotivasi orang-orang yang berbuat salah ketimbang memberi hukuman. Contoh saja ketika ada seseorang yang mengadu bahwa dirinya telah batal menjalankan puasa, karena ketidakmampuannya terhadap istrinya. Maka tidak sertamerta, Rasulullah menghujatnya sebagai manusia berdosa. Tetapi dengan bijaksana beliau mengajari dan menyarankan hamba itu berbuat sesuatu yang lebih baik. Inilah contoh pemimpin yang diharapkan oleh setiap manusia sepanjang jaman.

Kelima, seorang pemimpin lebih banyak memberi contoh daripada menegur. Dalam setiap kesempatan kita tentu melihat bagaimana pola kepemimpinan di lingkungan kita. Seorang pemimpin ditakuti, tetapi bukan dihormati. Kalaupun ada yang dihormati itu sementara saja saat pemimpin itu ada di depan mata, tetapi ketika pemimpin sudah pergi akan menjadi bahan caci maki. Coba lihatlah bagaimana bisa seorang pemimpin di negeri yang mayoritas muslim, justru jadi cemoohan, ejekan dan hujatan. Hal ini tentu karena seorang pemimpin tidak dapat memberi contoh yang lebih baik dalam kehidupan ini.

Mudah-mudahan kesadaran kita akan pentingnya memimpin dengan amanah akan membawa kita pada kedamaian dan kesejahteraan bersama. Hal itu hanya akan terwujud jika kita meneladani pola kepemimpinan yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Semoga dengan usaha yang sungguh-sunggu kita akan diberi kekuatan untuk mengikuti pola kepemimpiannya. Amin..

Ikhlas Mengemban Amanah

Ikhlas Mengemban Amanah


Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
mengetahui.
(Al-Anfal 27)

Kehidupan adalah sebuah amanah yang sangat mulia bagi setiap manusia. Setiap orang memiliki amanah dari Allah swt, untuk memberikan kebaikan dan manfaat kepada orang lain. Dalam konsep yang lebih besar, manusia diciptakan hanyalah untuk beribadah. Beribadah dalam arti bahwa setiap tindakan harus dapat memberikan kemanfaat bagi seluruh alam.

Sayangnya banyak diantara kita yang terlena dengan kenikmatan dunia. Kita cenderung mengorientasikan hidup kita untuk diri sendiri. Kita abaikan amanah terbesar kita, yaitu untuk kebaikan bersama. Kita sering menganggap orang lain sebagai bukan apa-apa, tidak berarti, atau bahkan musuh dalam hidup kita. Walhasil, dalam kehidupan sehari-hari kita sering tidak bersemangat di dalam menjalani kehidupan ini, terutama jika apa yang kita lakukan tidak mendapat imbalan dari manusia.
Dalam lingkup yang lebih sempit, kita sering melalaikan amanah di lingkup pekerjaan kita. Kita tidak sungguh-sungguh mengerjakan apa yang sudah menjadi tanggungjawab kita. Secara sembunyi-sembunyi atau bahkan terang-terangan banyak diantara kita yang mengurangi waktu bekerja, atau tidak mengerjakan sesuai yang seharusnya. Ironisnya, kita sudah digaji dan bahkan sepanjang hidup kita tergantung dari lembaga dimana kita bekerja.

Kita sering mengeluh dengan kondisi yang kita hadapi di kantor. Kita menyalahkan orang lain. Kita sering menyalahkan bawahan atau bahkan atasan, atas kebijakan yang tidak sesuai dengan hati kita. Walhasil, kita pun tidak kooperatif terhadap segala tanggungjawab yang seharusnya kita kerjakan secara sungguh-sungguh.

Kerja sebagai ibadah
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”
(an-Nahl: 90)

Hidup kita semata-mata hanya untuk beribah kepada Allah. Jadi apapun yang kita lakukan tidak lain hanya untuk mencari ridho Allah. Kita sudah semestinya tidak mudah mengeluh apalagi putus asa terhadap segala kondisi yang kita hadapi dalam kehidupan ini.

Apapun yang kita kerjakan sepanjang untuk kebaikan, maka harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Jika orientasi kita hanya untuk mengabdi kepada Allah maka kita harus mengerjakan apapun itu dengan tidak mengharap imbalan dunia semata. Allah adalah tujuan dari sagala apa yang kita lakukan. Kalaupun ada imbalan dunia, maka itu bukan orientasi utama kita.

Orientasi hidup kita harus ingin selalu memberi yang terbaik. Baik untuk keluarga, kerabat maupun untuk umat manusia. Memberi lebih baik dari pada menerima. Karena kita mengemban amanah memberikan bukan meminta. Untuk itu tidak sepantasnya seorang muslim meminta imbalan kepada manusia, kecuali memang sudah menjadi hak kita. Menjadi orang yang hanya selalu meminta menunjukan bahwa kita adalah orang yang lemah. Orang lemah di dalam Islam sangat tidak dianjurkan. Kita harus menjadi orang yang kuat lahir, batin; yaitu orang yang bisa mengayomi dan memberikan segala bantuan kepada orang lain.

Agar semangat hidup kita selalu membara dalam mengarungi hidup ini, kita harus berorientasi pada kehidupan jangka panjang. Yaitu apa yang kita kerjakan tidak harus mendapat imbalan pada saat ini. Karena kita yakin apapun itu, imbalannya pasti ada. Imbalan tidak harus yang berupa materi duniawi, tetapi imbalan bisa berupa pahala dari Allah, persaudaraan, juga imbalan yang berupa materi sesaat, berupa uang. Imbalan terbaik adalah pahala dari Allah swt. Sedangkan imbalan jangkan menengah adalah eratnya persaudaraan antara kita dengan saudara-saudara kita.

Imbalan yang berupa persaudaraan adalah imbalan jangka menengah. Imbalan ini akan kita nikmati dengan semakin banyaknya rezki berupa kasih sayang dan kepercayaan dari saudara-saudara kita. Logikannya, jika kita mengerjakkan sesuatu dengan baik, maka setiap orang akan mempercayai kita dengan pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Dengan demikian kita akan menjadi harapan dan tumpuan bagi mereka. Ini berarti peluang kedepan kita untuk mendapatkan saudara dan imbalan berupa materi secara otomatis akan kita peroleh.

Berbeda halnya dengan jika kita melakukan sesuatu hanya berorientasi pada jangka pendek, berupa materi. Kita pasti akan mengeluh ketika materi yang kita dapatkan tidak sesuai dengan standar yang kita harapkan. Kita akan putus asa dan bahkan memusuhi orang yang telah mempekerjakan kita. Ironis lagi kita akan mencaci saudara kita sendiri ataupun lembaga sendiri. Hal ini tentu akan berdampak pada kehidupan kita yang terpuruk. Kita akan kehilangan kepercayaan dan peluang yang lebih besar dalam hidup kita.

Kerja Ikhlash
Dengan demikian sudah sepantasnyalah kita mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Apalagi perkerjaan itu memang sudah menjadi tanggungjawab kita. Bekerja secara sungguh-sungguh akan memberikan pelayanan atau hasil yang maksimal.
Setiap orang kan merasa puas dengan apa yang kita kerjakan. Dengan demikian, kita tidak akan mengecewakan saudara-saudara kita. Jikalaupun ada kekurangan, itu bukan disebabkan karena niat kita yang tidak tulus, tetapi karena memang keterbatasan kita. Dengan demikian, kita tetap akan mendapat pahala karena niatan tulus kita.
Kerja ikhlas akan menjadikan hidup kita tenang. Hidup kita akan lebih puas karena telah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pelayanan. Kehidupan yang ikhlas juga akan mendatangkan kehidupan yang damai dan sejahtera. Inilah sebabnya diperlukan pemahaman akan tujuan hakiki dari kehidupan kita, yaitu mencari ridho Allah swt. Wallahua’lam..

(Dimuat di Radar Jogja Senin 16 Agustus 2010)

Monday, July 26, 2010

Kepompong di Bulan Suci

Kepompong di Bulan Suci
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Sering-seringlah berlaku seperti ulat. Berjalan dan bergerak terus, kadang berhenti sekedar untuk memahami dan mencari strategi. Kebutuhan makan dan minum hanya bagian kecil dari tujuan hidupnya, dan bukan mendominasi. Ia berkelana sepenjang yang dapat lalui. Ia tidak pernah berhenti untuk mencari pencipta sejati.

Jika ia sedang luka. Luka hati luka fisik, ia akan berhenti sejenak untuk mengobati diri. Ia akan bermeditasi. Berhenti dari segala, tanpa ada yang dapat menjumpai. Ia sembunyi dibalik balutan putih atau ungu pagi dan malam hari. Ia tidak makan. Ia juga tidak minum.

Di sanalah ia bermeditasi merenungi perjalanan hidup. Ia akan bertanya pada diri sendiri. Apakah hidupnya sudah sesuai dengan tujuan Ilahi? Apakah selama ini masih banyak kegiatan yang melenceng dari tujuan sejati? Apakah pula ia telah melakukan kesalahan besar dalam kehidupannya?

Sepanjang persembunyiannya, ia akan banyak mengoreksi diri sendiri dan tidak akan pernah memikirkan keburukan orang lain. Ia berfikir segala yang terjadi dan menimpa dirinya tidak lepas dari apa yang ia perbuat. Oleh karena itu ia pantang mencari kesalahan orang lain. Apalagi menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

Setelah berhari-hari menyendiri ia menemukan dirinya yang berbeda. Ia sudah berubah menjadi berwarna cerah. Ia berfikiran jernih dan berimajinasi yang jauh kedepan. Bahkan ia dapat lebih jauh melangkah. Jangkaunnnya lebih jauh. Pandangannya jauh angkasa raya.

Kini ia telah berubah menjadi kupu-kupu. Hasil meditasi dan perenungan diri menjadikannya superanimal. Ia dapat terbang kemanasaja yang ia mau dan dapat merubah makanannya dari yang sekedar daun kotor, kini dapat meminum madu yang manis, bersih dan sehat.

Ia adalah makhluk yang indah. Inilah hasil meditasinya. Sebelumnya ia adalah ulat yang berbentuk menakutkan. Setiap anak, setiap perempuan akan ketakutan melihatnya. Bahkan merasa jijik untuk menyentuhnya sekalipun. Tetapi sekarang setelah bermeditasi, ia menjadi makkhluk yang indah. Makhluk yang berwarna-warni. Ia menarik hati setiap mata yang memandang. Gela rasanya jika tidak mennyentuhnya.

Pandangan matanya menerawang jauh kedepan. Ia tidak terbatas pada sebatang pohon atau bahkan hanya ranting pohon. Ia dapat mengitari pohon-pohon sekehendak yang ia mau. Itulah hasil dari introspeksi diri yang luar biasa dari seekor ulat yang menjijikkan.

Akankah bulan puasa kita kali ini kita gunakan untuk berlaku dan meniru ulat. Akankah segala keburukan-keburukan yang ada di dalam diri kita kita niatkan untuk menghilangkannya selama satu bulan ini?

Jika kita sungguh-sungguh, pasti kita akan mampu menggunakan bulan introspeksi ini dengan baik, sehingga kita akan dapat merubah diri kita yang kotor dan keji menjadi manusia yang indah, manusia yang suci lahir dan batin.

Friday, July 23, 2010

Komitmen berkembang

Komitmen berkembang

Banyak diantara kita bingun dengan apa yang harus dilakukan dalam kehidupan. Karena itu cenderung pasif, menunggu waktu rezeki datang. Kita sering hanya dapat berandai-andai kesuksesan. Padahal ia tidak akan datang tanpa perjuangan.

Kita sering bahkan melakukan kegiatan yang tidak kita ketahui manfaatan. Duduk nongkrong di pinggir jalan. Ngobrol tanpa ujung persoalan. Banyak kegiatan yang tidak mendatangkan kebaikan.

Coba saja sejenak kita renungkan. Tugas kehidupan kita adalah berjuang sebaik dan sekuat mungkin untuk menghadapi tantangan masa depan. Tantangan tanggung jawab atau beban kehidupan tentu harus dipersiapkan.

Jangan sampai lengah dengan keadaan. Juga jangan putus asa dengan kesulitan. Jalani terus dan berusaha yang tidak kenal kelelahan akan menghasilkan keberhasilan. Kebaikan harus dilakukan secara terus-menerus tanpa memandang besaran. Karena sekecil apapun sepanjang memberikan kebaikan akan mendapat pahala bagi kehidupan. Semakin sering kita mengoreksi diri akan semakin banyak kita temukan celah-celah kekurangan. Dengan demikian kita akan dapat memperbaiki segala kekurangan.

Perjalanan kehidupan akan banyak menemukan rintangan. Baik berat maupun ringan. Ia akan datang silih berganti dengan kemenangan-kemenangan. Kadang kecil kadang besar sesuai dengan kemampuan. Semakin berat dan semakin besar halangan, maka semakin berat timbangan dan amal kebajikan. Itulah keadilan Tuhan.

Ajaklah saudaramu untuk maju bersama dan jangan maju sendirian. Kemenangan sendirian tidak akan maksimal mendapatkan kemenangan. Kamu hanya akan mendapat kan sedikit kemenangan. Tetapi kemenangan bersama merupakan jelmaan dari kebersamaan, yang berarti kemenangan kebesaran.

Karena itu jangan pernah mencari lawan dalam kehidupan, tetapi carilah teman seperjuangan. Teman akan membantu memperingan perkejaan dan beban. Teman adalah kekuatan. Tetapi jika tidak demikian, hanya musuh yang datang menghadang. Maka hadapi dengan tenang. Kondisi sulit dapat memperkuat kejiwaan. Mental dan tenaga bisa dilatih untuk bertahan.

Kemenangan kita bukan ditentukan dari kekalahan lawan. Tetapi terkadang kita pun bisa mengalah demi perdamaian. Kemengan bersama demi kebaikan lebih baik dan akan mendatangkan kemanfaatan.

Jangan menyepelekan peran saudaramu sekecil apapun. Mereka adalah penopang hidup dan kesuksesan. Tuhan akan menghitung sebagai rezki balasan, jika kamu dapat bekerja sama membangun kekuatan.

Semoga Allah memberikan jalan. Amin...

Yogyakarta, 24 Juli 2010 (angkringan)

Mutiara kehidupan

Mutiara kehidupan

Tuhan memang maha penyayang. Ia memberikan sesuai apa yang dilakukan. Kerja keras diberi imbalan, sekeras usahanya. Kerja baik, diberikan kebaikan. Keburukan diberikan kemurkaan. Itulah keadilan Tuhan. Tidak ada yang menyamai dalam keadilan-Nya.

Sebagaimana kehidupan, semua harus diperjuangkan. Apapun resikonya harus diembang. Kenikmatan, kesusahan dan keindahan berjalan seirang sejalan. Ibarat siang dan malam datang bergantian. Memberi giliran sesuai aturan.

Demikian juga kehidupan, akan bergulir, mengalir. Terus akan mengalir sampai muara terakhir. Tidak akan pernah lepas dari persoalan. Tidak akan pernah absen dari penderitaan. Tapi demikian juga kebahagiaan. Ia akan datang silih berganti. Kelahiran dan kematian, kedatangan dan kepergian, akan selalu mengjadi giliran kehidupan.

Hanya keteguhan dan kesabaran yang dibutuhkan untuk meraih kesuksesan. Kesabaran adalah modal utama kebesaran. Kesabaran mendatangkan keberkahan dan kesuksesan. Hanya yang bersabar dalam berbagai ujian yang akan lulus dengan kemenangan.

Ibarat emas berlianyang hanya bisa didapat dengan perjuangan. Digali, dipukul di bur bahkan dibakar sampai meleleh, nanti baru dapat ditemukan emas berlian. Semakin sulit perjuangan mendapatkan, maka akan semakin baik hasil dari sebuah perjuangan.

Kemalasan adalah cikal kegagalan. Kemalasan melahirkan keputus asaan. Berujung pada ketidakberdayaan. Sayang sungguh disayang saat ini semakin banyak yang melayang. Penuh harapan kebahagiaan, tapi tak pernah mau berjuang. Mengandalkan harta warisan. Berakhir pada pertengkaran.

Itulah ironi kehidupan. Setiap orang memburu kebahagiaan, namun tidak mau berjuangan dengan kekuatan. Lebih suka berpangku tangan. Menghidar dari tantangan dan ujian. Sungguh ironis... (blm diedit)

Artis Amatiran

Artis Amatiran

Artis memang pandai bersandiwara. Kata-kata dan tindakannya seolah sungguhan adanya. Ia bahkan bisa menangis dan tertawa sebagaimana menangis dalam kesedihan. Air mata akan mengucur deras menggambarkan kesedihan. Air mata mewakili jumlah persoalan yang pecah dan memuncah dalam jiwanya.

Tawanya menggoda seolah ia sedang berbahagia, meskipun ia sendiri merasakan kesedihan. Ia mampu mengekspresikan segala persasaan seolah ia sendiri mengalaminya. Sungguh hebat memang, sebuah tiruan seperti kenyataan.

Namun artis yang dimaksudkan, bukan arti sungguhan. Ia adalah artis yang tidak di undang. Artis yang tidak dibayar. Ia datang sukarela. Berekting tanpa diminta. Tetapi di akhir cerita ia mengiba mendapat bayaran seadanya. Ia bahkan pandai membuat cerita. Padai mengambil hati pendengarnya. Dengan harapan ia akan dibayar sebagaimana yang diharapkannya.

Inilah ironi kehidupan kita. Tanpa dinyana, kita sering ditemui atau menemui artis karbitan. Ia datang dengan berbagai cerita. Ada yang bilang kehilangan harta, kecopetan. Ada yang bilang mencari orang tua, ada juga yang bilang mencari keluarga. Keluh kesah menyertainya. Duka lara diceritakannya untuk mendapat simpati pendengarnya.

Seperti apa yang baru saja terjadi pada suatu masa. Ku temukan seseorang datang ke kantor idaman. Ia datang dengan wajah penuh dengan persoalan. Ia datang ke kediaman. Singkat cerita, ia bilang orang tua sudah tiada. Ibu dan ayahnya telah pergi selamanya. Ia bersudara 2, satu dirinya dan yang lain perempuan di negeri sana. Ia tidak berpapa. Ia hidup menderita.

Pertengahan cerita ia gambarkan bahwa ia sudah sukses kerja di perguruan tinggi ternama. Ia juga sudah berkerja di perusahaan ternama.

Ceritanya dramatis. Membuat orang sampai menangis. Ia terpingkal-pingkal bukan karena senang tetapi terharu dengan kemampuan cerita yang dramatis. Siapapun yang mendengar akan terhipnotis. Ia memang artis.

Sayang-sungguh disayang, diakhir cerita kesuksesan ia meminta imbalan. Ia butuh dana perjalanan. Papua suatu kepulauan yang jauh tenan. Ia pun dengan memelas meminta sumbangan para dermawan agar dapat menghantarkan dirinya sampai ke negeri impian.

Inilah kisah tragis kehidupan. Semoga dapat menyadarkan, tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Memberi lebih baik dari pada meminta dan mengiba.

Thursday, July 22, 2010

Kehancuran

Kehancuran


“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud)


Kenapa ya sekarang ini orang lebih suka marah? Suka berdebat dan suka mengumbar aurat? Bahkan lebih ironis lagi suka membuka aib diri sendiri di depan umum?

Di media-media masa hampir tidak pernah lepas dari tampilan tampang-tampang artis yang “mempromosikan” kemolekan tubuhnya. Tanpada ada rasa malu, ia pamer apa yang seharusnya dirahasiakan. Bahkan dengan bangga mengabadikan kebejatan dalam media yang menggemparkan.

Ironis, memang kehidupan ini. Semua sudah berbalik 190’. Panutan jadi cemoohan bahkan hujatan dan berdebatan. Sedangkan larangan jadi panutan dan kebanggaan.

Itulah kehidupuan. Kehidupan yang tidak pernah berhenti mencari sensasi. Kehidupan yang tidak pernah berhenti mencari persoalan. Seolah hati kita sudah tertutup dengan awan, tidak dapat membedakan mana ajaran dan larangan.

Perdebatan jadi tontonan. Kebejatan jadi modelan. Kekerasan jadi ajaran. Maka tidak heran jika setiap orang dilahirkan untuk mengalahkan, bukan mencari kebenaran. Rujukan mereka adalah rujukan syaitan. Tuhan dianggap tidak bisa mendatangkan kedamaian. Sehingga mereka mencari kedamaian dengan kepopuleran dan kekayaan. Tidak lagi berfikir bahwa semua hanya titipan.

Manusia memang aneh. Suka mencari sesuatu yang beda. Agar jadi sorotan. Semakin aneh dianggap semakin modern dan dianggap kebenaran. Orang pun berbondong-bondong mengikuti tren kepopuleran tanpa ada pertimbangan kebenaran hakiki.

Kebenaran sudah sangat subjektif. Hanya tergantung siapa yang mengatakan dan kemampuan mempertahankan. Yang bejat diagungkan dan dipuja. Sedangkan yang sholeh disingkirkan dan diabaikan. Sungguh ironis memang kehidupan kita ini. Tidak ada lagi yang tahu kebutaan kita ini. Kita bahkan lebih banyak berdiam mencari aman. Kita tidak berani melawan arus kebobrokan. Karena takut lahan hilang.

Sungguh suatu pertanyaan. Sampai kapan kita akan berjalan dalam kelam. Apakah akan sampai pada titik kehancuran? Atau memang saat ini kita sudah hancur.

Kehidupan dan air

Kehidupan dan air
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan)


Kehidupan itu ibarat air. Ia mengalir dan terus mengalir. Tidak ada kata berhenti sebelum bertemu dengan muara lautan, kematian. Laut adalah tempat peristirahatan sebentar. Laut adalah padang mahshar tempat semua orang dikumpulkan. Mereka menunggu balasan kebaikan dan keburukan selama dalam perjalanan menuju sang pencipta.

Setelah menunggu dan beristirahat beberapa lama. Mereka pun bergiliran pergi menemui sang pencipta. Air yang jernih akan terbang ke angkasa raya menemui penciptanya.

Hanya mereka yang telah terjih pikiran dan hatinya yang dapat bertemu dengan sang pencipta. Semakin jernih ia, maka semakin cepat ia terbang, karena akan semakin ringan. Air yang tulus suci akan menjadi penyejuk kehidupan bahkan kesuburan bagi bumi yang gersang.

Dalam perjalanannya air tidak pernah mengenal putus asa. Ia berprinsip mengarungi kehidupan dengan semangat pantang menyerah. Semakin sering ia bergerak maju, semakin jelas perubahan. Bahkan semakin sering ia bergerak, maka kejernihan batinnya akan segera nampak. Berbeda bagi mereka yang hanya mengendap di kubangan-kubangan. Meraka akan tetap keruh dan tidak terang. Oleh karena itu ia tidak pernah berhenti kecuali sebentar, ia menunggu waktu bergerak. Atau menanti sebentar karena menunggu pulihnya kekuatan. Air terus bergolak terus akan mencari celah sehingga dirinya dapat menggapai impian.

Ia tidak pernah putus asa meskipun dihadang dengan tembok yang membumbung tinggi. Tetapi sebaliknya jika ia bersabar ia akan menemukan jalan. Jalan yang ditempuh bisa yang melewati celah-celah dinding tembok. Jika tidak bisa ia akan menunggu teman-temannya menerjang dengan ombak yang dasyat. Jika tidak bisa juga maka ia akan terbang menjadi awan sampai akhirnya ia pun berhasil menemukan yang ia cari.

Dimanapun, ia selalu memberikan harapan akan kehidupan. Siapapun yang memandang, akan terpesona dengan tampangnya yang menawan. Siapapun yang meminumnya, ia akan menjadi penawar dahaga setiap orang. Siapapun yang merasakan embunnya, ia akan menjadi penyejuk bumi yang gersang. Ia pun dapat menumbuhkan tanaman-tanaman yang kehausan.

Ia tidak pernah mengeluh dengan dirinya yang selalu menjadi korban. Ia selalu melangkah, meskipun berliku, berkelok, bahkan melintasi jalan yang tak pernah lurus. Ia tidak pernah protes kepada Tuhan. Ia bahkan bersyukur dengan segala keadaanya. Ia berprinsip selalu memberikan kemanfaatan bagi kehidupan.

Mungkinkah kita dapat seperti air? Dapatkan kita meniru kehidupan air yang terus mengalir. Tidak mudah putus asa. Tidak mudah menyerah dengan tantangan. Tidak mudah berprasangka buruk kepada Tuhan. Tidak mudah marah dengan rintangan. Betapa mulianya seandainya kita dikaruniai Allah dengan sifat-sifat yang demikian. Subhanallah…

Sunday, July 18, 2010

Meraih Kesuksesan

Meraih Kesuksesan


Kesuksesan adalah sebuah kata yang menjadi impian setiap manusia. Karena setiap orang memiliki keinginan atau cita-cita untuk menjadi orang sukses. Meskipun sebenarnya kriteria kesuksesan itu setiap orang bermacam-macam. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sukses itu, mereka yang memiliki banyak harta, kedudukan tinggi, pendidikan tinggi dan lain sebagainya.
Namun demikian, tidak semua orang yang memiliki harta banyak dan status sosial yang tinggi dapat merasakan kenikmatan dari apa yang dimiliki. Karena dengan harta yang melimpah, ia merasa khawatir atas hartanya. Khawatir akan kehilangan penghargaan orang lain, seiring dengan hilangnya harta yang dimiliki. Itulah sebabnya orang yang melihatnya kaya, nyaman hidupnya tetapi dibalik itu semua ada misteri yang tidak pernah kita ketahui.
Memang sesungguhnya manusia itu tidak akan pernah merasa puas, bahkan seandainya isi bumi dan langit dikuasinya. Ia tetap akan merasa kurang. Nah dengan demikian apakah yang dimaksudkan dengan kesuksesan itu? Untuk menjawab hal itu tentu kita harus memiliki standar nilai yang jelas. Standar nilai kita adalah Islam. Agama ini mengajarkan bahwa setiap kita adalah pemimpin. Setiap individu memiliki tanggungjawab kepada Allah atas segala nikmat yang diperolehnya selama di dunia. Dengan demikian, di dalam Islam menggariskan bahwa muslim yang sukses adalah mereka yang kuat lahir dan batin, sehingga kekuatan tersebut menjadikannya sebagai imam bagi orang-orang disekitarnya. Keberadaannnya memberikan manfaat bagi seluruh alam. Itulah kunci kesuksesan di dalam islam, yaitu menjadi pribadi yang dapat mendatangkan kebaikan bagi diri sendiri, keluarga, dan agamanya.
Untuk mewujudkan impian kita sebagai seorang muslim yang berguna di dunia dan di akherat, membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh. Oleh karena itu setiap muslim harus mempersiapkan diri sedini mungkin agar perannya nanti lebih maksimal. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Rencana yang matang
Kehidupan adalah sebuah perjuangan panjang, penuh liku, penuh hambatan, rintangan dan tantangan. Oleh karena itu diperlukan rencana yang matang untuk dapat melaluinya. Rencana ini akan membawa seorang muslim pada kesadaran atas keberadaan dirinya.

Kesadaran atas keberadaan, berarti memahami siapa dirinya, dimana dan untuk apa keberadaanya itu. Setelah itu disadari betul, maka langkah selanjutnya adalah menyusun langkah-langkah strategis untuk mewujudkan impian itu. Seorang muslim yang sedang menuntut ilmu, tidak akan mencapai sasaran maksimal jika prosesnya tidak dirancanakan. Dalam arti bahwa langkah-langkah strategis itu harus disusun sedemikian rupa. Sehingga aktivitas hidupnya fokus pada pencapaian tujuan. Segala aktiviatas di dalam kehidupan jika direncanakan pasti akan melahirkan capaian yang maksimal.

2. Kerja Keras
Perencanaan yang sudah dibuat harus dikerjakan secepatnya dan setepat mungkin. Karena sebuah perencanaan tidak akan menghasilkan apa-apa jika tidak pernah direalisasikan dalam bentuk aktivitas nyata. Seperti halnya gagasan-gagasan besar tidak akan melahirkan karya besar kalau tidak pernah diwujudkan dengan tindakan nyata.

Di dalam islam semua aktivitas kerja yang tidak bertentangan dengan syari’ah dinamakan ibadah. Dengan demikian kerja adalah ibadah terbesar dalam kehidupan. Bekerja apapun selama untuk mencari ridho Allah akan memberikan nilai ibadah di mata Allah Swt. Oleh karena itu, dalam islam bekerja merupakan bagian dari jihad di jalan Allah.

Pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan yang mendukung pencapaian tujuan hidup kita, terutama tujuan akhirat. Jika kita fokus pada pencapaian tujuan, maka akan semakin mudah kita merealisasikan impian kita tersebut. Ingatlah dalam bekerja kita harus berprinsip kerja cerdas, kerja ikhlas, kerja tuntas. Dismaping itu gunakan juga prinsip mempermudah dan memudahkan urusan orang lain. Karena tujuan kita hanya ridho Allah bukan pujian manusia. Apalagi hal itu juga berkaitan dengan pekerjaan kita. Dengan mempermudah urusan orang lain, maka insya Allah semua urusan kita akan dipermudah oleh Allah Swt.

3. Derma
Islam mengajarkan kepada kaum muslim untuk tidak bersifat kikir atau pelit. Islam bahkan selalu memerintahkan shalat diiringi dengan perintah zakat. Hal ini menunjukan bahwa perintah ini sangat penting bagi pencapaian tujuan kesuksesan kita.

Kita harus menyadari bahwa sebagian dari harta kita ada hak dari orang-orang miskin. Oleh karena itu, kita tidak boleh bersifat kikir, apalagi kepada mereka yang membutuhkannya. Sering-seringlah membagi kebahagiaan atas rezki berupa apapun dengan sesama. Jika diberi kelapangan harta, maka sisihkanlah untuk kegiatan sosial bukan hanya zakat, tetapi juga sodaqoh. Sodaqoh bisa untuk kegiatan masjid, atau kegiatan sosial lainnya. Dengan sodaqoh kita telah membersihkan harta kita, sehingga apa yang kita miliki akan barokah. Kebarokahan inilah yang akan memudahkan kehidupan kita kelak, baik di dunia maupun di akherat.

4. Doa
Bagi kaum muslim, doa adalah senjata pamungkas. Saat segala daya dan upaya telah dilakukan, maka doa dapat kita andalkan sebagai usaha terakhir kita. Karena sehebat apapun kita, kalau tidak diiringi dengan doa maka akan rentan dengan keputusasaan. Meskipun kemampuan kita terbatas, tetapi doa kita kuat, maka Allah akan mempermudah jalan keluar persoalan kita. Inilah sebenarnya yang sering terjadi di dalam kehidupan kita. Kita sering menemukan orang-orang yang kelihatannya biasa-biasa saja, tetapi karena ikatan batinnya kepada Allah dekat, maka hidupnya nampak lebih mudah.

Berdoalah selalu sebelum mengerjakan sesuatu disamping apa yang kita kerjakan itu memang hanya kita tujukan kepada Allah Swt. Doa akan membuka kekuatan yang laur biasa pada diri kita. Meskipun kita jarang menyadari hal itu. Dengan doa, kita akan lebih optimis menghadapi tantangan hidup, bahkan menjalani kehidupan yang sangat sulit sekalipun.

Allah akan mengabulkan doa hamba-hambaNya yang berdoa kepada-Nya (Al-Baqaroh: ). Doa adalah ruhnya ibadah, doa adalah energi bagi kekuatan batin kita.

5. Ridho Orang tua
Di dunia ini tak satupun manusia yang ada tanpa orang tua. Orang tua adalah orang yang melahirkan kita, yang mendidikan kita, dan membesarkan kita baik secara lahir maupun batin. Berkat kedua orang tualah kita ada. Dengan kasih sayang yang dikaruniakan Allah, maka mereka dengan ikhlas merawat kita dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu kita harus menyadari bahwa keberadaan kita sangat tergantung dari orang tua kita.

Sebagai seorang muslim, orang tua adalah kehendak pertama. Jika Tuhan saja memerintahkan agar kita taat kepada orang tua, karena memang dari kedua orang tua kitalah penyebab keberadaan kita. Oleh karena itu, kehendak orang tua sangat kuat dan tinggi setelah kehendak Tuhan. Sehebat apapun kita, tetapi kalau orang tua tidak medidhoi atau bahkan murka, maka akan ada alamat kehancuran hidup kita. Ridho Allah tertangung dari ridho orang tua kita (orang tua yang taat).

Orang tua, sekali lagi bukan Cuma orang yang melahirkan kita. Tetapi dapat juga orang yang lebih tua, guru dan siapapun yang telah berjasa membesarkan kita baik secara mental maupun spiritual. Rasa hormat kita akan terbawa pada sikap menghargai kepada mereka. Sikap ini akan mendatangkan kasih sayang, keridhoan dan tentunya rahmat yang tak terhingga dari Allah Swt.

Itulah konsep sederhana untuk dapat meraih kesuksesan di dunia ini. Tentu semuanya harus dibarengi dengan berbagai usaha keras dan keikhlasan. Sekali lagi, semaunya berpulang pada diri kita masing-masing. Wallahua’lam..

Yogyakarta, 12 Juli 2010

Kemengan

Kemengan



Banyak diantara kita yang berfikir bahwa kemenangan kita ditentukan dari kemampuan kita mengalahkan orang lain. Kemengan kita harus diiringi dengan derai air mata walan kita. Dengan demikian kita tertawa disisi tangisan lawan kita. Bukan hanya sampai disitu, kita pun sering menyamakan kemenangan dengan kesuksesan dan kebahagiaan. Oleh karena itu setiap yang sedih dan kalah selalu dianggap sebagai kegagalan.
Jika keemenangan selalu disamakan dengan kekalahan lawan, berarti kita tidak akan pernah menjadi manusia yang bermanfaat. Karena kemenangan yang demikian akan menghilangkan persaudaraan dan potensi lawan untuk ikut menikmati kemenangan kita. Padalah seharusnya kemenangan adalah kebahagiaan hakiki karena kita dapat mengajak semua orang. Baik musuh mauapun kawan untuk menikmati kemenangan tersebut.
Kemengan yang berorientasi pada kekalahan orang lain akan memutus kesuksesan yang lebih besar. Karena dengan begitu kita akan kehilangan lawan yang sebenarnya potensi besar untuk ikut memperkuat kemenangan kita. Contohnya jika seorang pekerja profesional mematok kesuksesan dengan dengan kemampuan ia mengalahkan rekan kerjanya. Maka secara tidak disadari ia telah menciptakan musuh di dalam hidupnya. Dengan demikian ia akan kehilangan rekan sekerja yang sesungguhnya dapat menjadikannya lebih besar dari kemenangannya sendiri.
Lebih ironis lagi sering kita ketemui atasan yang sering berbangga diri, karena kemajuan organisasi yang dipimpinnya. Ia berbangga bahwa dirinyalah yang menjadikannya perusahaan itu besar. Dengan demikian ia bersikap semena-mena anti kritik dan bersikap diskriminatif terhadap bahwahannya. Hal ini sungguh akan merugikan kemengangan yang telah diperolehnya.
Kita harus sadari sekecil apapun peran orang-orang di lembaga kita. Akan sangat berpengaruh terhadap eksistensi dan keberlangsungan dari lembaga yang kita pimpin. Karena yang kita butuhkan adalah kekuatan tersama. Setiiap orang memiliki potensi untuk berpartisipasi di dalam lembaga kita. Meskipun saat ini belum dapat dilihat hasilnya.
Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang dapat menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Namun prinsip ini bukan berarti bersifat diskriminatif. Manusia adalah makhluk yang luar biasa unik dan aneh. Oleh karena itu, setiap orang memiliki kelebihan dan potensi yang tidak segera dapat dilihat potensinya. Semakin dihalangi dan semaki didiskriminasi maka akan menimbulkan kecemburuan sosial. Dengan demikian akan terjadi ketimpangan dalam peran sertanya menunjak perkembangan lembaga yang bersangkutan.
Semangat kebersamaan dan semangat kerja hanya dapat diraih dengan pendekatan yang penuh kasih sayang. Semakin kita mampu memberi pendekatan yang humanis, maka akan semakin kuat juga ikatan batin setiap orang untuk bekerja. Sebaliknya jika kita bersikap diskriminatif maka akan timbul persoalan psikologis yang berkepanjangan. Atau lebih parahnya akan timbul dendam yang berkepanjangan. Sehingga jalannya lembaga kita akan oleh karena ada komponen yang tidak mendukung jalannya roda organisasi kita.
Dengan demikian yang dinamakan kemengan adalah kemampuan kita merangkul semua komponen di dalam lembaga kita. Semakin sinergis setiap komponen itu, maka akan semakin lancar dan semakin mulus jalan meraih kemenangan itu. Bahkan kemenangan kita akan lebih besar lagi. Karena kemenangan kita adalah kemengan kolektif yang serasi dan sinergis. Sungguh jika ini bisa kita jalankan maka kita akan menjadi umat yang sukses dunia dan akherat.

Menjadi Generasi Unggulan

Menjadi Generasi Unggulan


Menjadi pelajar (remaja) merupakan karunia Allah yang luar biasa. Pada masa inilah Allah memberi kesempatan kepada setiap manusia mempersiapkan diri untuk menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pada masa remaja ini Allah memberikan beberapa kelebihan; waktu, tenaga, pemikiran, semangat dan keistimewaan lainnya.
Pada masa remaja ini hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya untuk mempersiapkan diri untuk mengemban amanah kehidupan. Usaha mempersiapkan diri itu hanya bisa dilakukan dengan mencari bekal ilmu sebanyak-banyaknya. Dengan ilmu inilah yang nantinya akan merubah diri kita dari orang biasa menjadi luar biasa. Generasi luar biasa adalah generasi yang kuat baik lahir maupun batin. Ia tidak mudah putus asa dengan cobaan, rintangan dan halangan, tetapi selalu bersemangat dalam menyambut tantangan kehidupan.
Usaha yang dilakukan untuk mewujudkan manusia unggul diperlukan adanya kesadaran diri yang matang. Kesadaran diri tersebut dilandasi atas pemahaman bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah. Manusia diciptakan dengan berbagai kekurangan, namun dengan usaha keras dapat bangkit dan memperbaiki diri. Agar terwujud apa yang menjadi tujuan tersebut, seorang remaja wajib melakukan hal-hal sebagai berikut;

1. Mengenali diri sendiri/potensi diri
Who am I?
What I have to do?
2. Memaksimalkan potensi diri
3. Menejemen waktu yang bagus
Belajar
Organisasi
Pengembangan bakat
4. Penanaman misi hidup yang jelas

Mengenali diri sendiri/potensi diri
Untuk dapat memahami potensi diri tentunya harus dilandasi dengan pemahaman diri terlebih dahulu. Kesadaran diri yang dimaksud adalah kesadaran bahwa dia punya tanggungjawab dengan posisi yang saat ini diemban, apakah sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai dan lain sebagainya. Jika ia sebagai pelajar, maka dirinya memiliki tugas utama belajar. Belajar adalah aktivitas utama yang harus dilakukan olehnya, baik belajar formal disekolah maupun nonformal, di organisasi atau yang lainnya. Tentunya perlu diingat bahwa aktivitas belajar yang utama bagi pelajar adalah membaca dan menulis.
Pemahaman potensi diri sangat mendukung usaha yang akan dilakukan untuk mewujudkan impianya. Jika seseorang memiliki suatu potensi dan tidak dikembangkan, maka potensi itu tidak akan pernah ada manfaatnya. Tetapi sebaliknya jika ada potensi dan ada usaha, maka akan lahirlah sebuah karya besar dari orang tersebut. Seperti contoh, orang yang memiliki potensi Bahasa Inggris, tetapi karena dia tidak memahami bahwa dia berpotensi dan terus belajar mengembangkan ketrampilan lain, maka potensinya tersebut tidak akan pernah terasah. Bahkan tidak akan pernah muncul dalam karya orang tersebut.
Pemahaman terhadap potensi akan mempercepat seseorang merealisasikan impiannya. Pemahaman akan potensi membawa pada arah pengembangan diri yang jelas. Potensi yang jelas akan mempermudah seseorang di dalam mempelajari sesuatu. Bahkan dengan pemahaman ini orang tersebut akan merasa termotivasi untuk berkarya yang lebih besar. Hal itu dikarenakan aktivitasnya akan fokus pada pengembangan potensi yang memang sudah menjadi harapan dan cita-citanya.
Pada saat itulah kita harus memaksimalkan pengembangan potensi diri kita. Pengembangan ini harus dilakukan dengan usaha yang keras, tekun dan sungguh-sungguh. Usaha keras artinya melakukan aktivitas penunjang lebih dari rata-rata. Jika orang lain belajar hanya satu jam perhari, maka mereka yang berpotensi harus lebih dari itu. Tekun berarti aktivitas itu dilakukan secara terus menerus dan tidak mudah bosan. Tidak musiman atau ngot-ngotan. Usaha yang dilakukan berualang-ulang akan menghasilkan karya yang maksimal. Karena semakin sering diulang, otak kita akan semakin mudah untuk merekam segala apa yang sudah kita baca atau kita lakukan.
Ketiga, sungguh-sungguh adalah bahwa niat yang kuat akan memberikan tenaga pada seseorang untuk melakukan sesuatu. Niat yang kuat (sungguh-sungguh) akan meringankan kerja berat orang tersebut. Inilah nantinya yang akan mengantarkan seseorang pada gerbang kesuksesan di dalam meraih impian dalam kehidupan ini.
Selanjutnya, usaha keras hanya akan berhasil jika di iringi dengan menejemen waktu yang bagus. Menejemen waktu adalah cara kita membagi waktu selama 24 jam. Setiap aktivitas harian harus benar-benar diperhatikan manfaatnya. Karena jika salah membagi waktu, maka hidup kita akan sia-sia. Waktu yang digunakan secara efektif akan melahirkan karya yang luar biasa. Sayangnya kebanyakan dari kita tidak pernah memperhatikan hal ini, sehingga hidup kita dari waktu kewaktu tidak ada kemajuan berarti.
Agar hidup kita lebih terarah dan bermanfaat, maka kita harus memiliki komunitas. Komunitas ini adalah media sekaligus wahana kita belajar dan mempraktekan ilmu kita. Komunitas ini tergantung dari minat dan bakat kita. Bagi pelajar kita dapat aktif di organisasi kesiswaan (OSI, IPM dll.). Hal ini akan sangat membentu pengembangan mental dan ketrampilan sosial kita. Organisasi kesiswaan menjadi pengawas sosial, lahan dakwah dan latihan memimpin umat. Inilah cara efektif mewujudkan generasi sukses dunia akherat.
Langkah-langkah tersebut di atas merupakan modal bagi kita untuk dapat mewujudkan impian kita. Oleh karena itu, perlu kiranya kita menggali potensi diri kita secara maksimal, sehingga kita akan semakin mudah meraih impian tersebut. Misi hidup kita tidak lain adalah menjadikan diri kita pemimpin umat, atau paling tidak menjadi umat yang utama, yaitu umat yang dapat memberikan kemanfaatan bagi orang lain.
Akhirnya, mudah-mudahan tulisan sederhana ini mampu menggugah kesadaran kita bahwa kesuksesan hanya bisa diraih dengan mimpi-mimpi besar dan tentunya usaha-usaha yang lebih keras. Mimpi dan usaha keras itu tentunya juga harus diiringi dengan doa yang sungguh-sungguh. Karena hanya Allah lah yang menentukan masa depan kita, sehingga dengan doa itu kita akan mendapat kemudahan dan keselamatan dunia sampai akherat nanti. Semoga.. amin..



BIODATA PENULIS

Nama : Wajiran
Ttl : 18 Desember 1979
Panggilan : Wazier
Pekerjaan : Dosen
Alamat : Demangan, Gunungan Kec. Pleret-Bantul
Website : http://www.wajirannet.blogspot.com
e-mail : wazier79@yahoo.com

Riwayat pendidikan
SD N 1 Bandar Agung di Lampung 1992
SMP N 2 Banjit di Lampung 1995
SMK MUH. 2 Playen-Gunungkidul 1998
S1 Sastra Inggris Universitas Ahmad Dahlan 2003
S2 Fakultas Ilmu Budaya UGM 2010
Pondok Pesantren Ar Ruhamaa’ Playen 1998

Riwayat Organisasi
Kabid Dakwah IRM SMK Muh. 2 Playen (Kl gk salah he..he) 1997
Ketua 1 IMM PSH UAD 1999
Ketua Umum IMM PSH UAD 2000
Ketua Umum Korkom IMM UAD 2002
Ketua Bidang Sains dan Budaya IMM DPD DIY 2003-2004
Wakil Sekretaris MTDK PWM DIY 2005 – 2009

Jabatan lain
Dosen Sastra Inggris 2003 - sekarang
Sekretaris Pusat Pengembangan Bahasa UAD 2007 - 2009
Sekjen KAMADA 2005-2009
Anggota Badan Penjamin Mutu Universitas Ahmad Dahlan 2009 -2010

Motto Hidup:
“Never Give up to Keep Moving”

Berfikir Positif

Berfikir Positif



Kehidupan kita tidak akan pernah lepas dari persoalan. Setinggi apapun posisi sosial kita, pasti persaolan akan menimpa kita. Bahkan semakin tinggi kedudukan seseorang, maka semakin berat juga persoalan yang dihadapi. Itulah sebabnya untuk meraih kesuksesan di dalam hidup ini diperlukan strategi agar persoalan yang kita hadpai tidak semakin sulit atau memperpuruk kehidupan kita.
Strategi yang perlu dilakukan agar dapat mesikapi persoalann hidup secara damai adalah dengan cara mengendalikan emosi kita. Emosi yang ada dalam didri kita itu sangat tergantung dari cara kita mengendalikan diri. Dimana pengendalian diri dipengaruhi oleh cara berfikir kita. Cara pandang atau cara berfikir inilah yang akan mewarnai cara menyikapi persoalan hidup kita. Jika kita memandang secara berat suatu persoalan, maka persoalan itu kan menjadi berat atau lebih berat dari sesunggunya. Demikian juga sebaliknya.
Sayangnya, kita sering mendramatisir persoalan hidup kita. Kita sering mudah mengeluh dengan persoalan-persoalan ringan yang sebenarnya justru akan memperberat kita sendiri. Kita sering mengeluh karena hujan, tetapi sisi lain kita juga mengeluh ketika panas. Cara pandang yang negatif terhadap suatu persoalan akan menjadikan segala sesuatu menjadi berat dan sulit. Bahkan persoalan biasa akan tanpak mengerikan karena cara pandang kita yang salah.
Sesungguhnya Islam mengajarkan kepada kita agar kita berfikir positif terhadap segala persoalan hidup. Islam mengajarkan bahwa kehidupan adalah ujian. Karena dengan ujian itu kita akan mendapatkan imbalan atau manfaat. Jika kita dapat melalui persoaln yang rumit, maka kita akan menjadi orang yang selamat bahkan jika persoalan hidup kit lebih rmit dari yang lain, maka jaminannya kemuliaan pada diri kita di sisi Allah Swt.
Pandangan positif itu hanya akan timbul pada diri kita jika kita pasrah pada kehendak Allah swt. Kepasrahan itu akan mendatangkan keikhlasan atas segala sesuatu, baik itu enak maupun sulit. Prinsipnya semakin tinggi kepercayaan seseorang kepada ketentuan Allah, akan semain mantap pula keyakinannya itu.
Berfikir positif akan mendatangkan kedamaian, ketentraman dan kesejukan dalam hidup. Dengan demikian, kehidupan kita akan menjadi cermin bagi saudar-saudara kita. Kita tidak akan pernahmengeluh apalagi putusa asa atas segala rahmat dari Allah swt. Orang-orang yang berfikir positif berkeyakinan bahwa semua datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Itulah sebabnya islam mengajarkan untuk menyerahkan segala sesuatu kepada Allah semata. Dunia adalah temapt menanam sedangkan segala yang kita miliki adalah titipan. Kewajiban kita hanya menjaga dan memanfaatkan demi kebaikan sesama. Semoga dengan berfikir positif hidup kita akan lebih terang, tentarm dan akkan lahir karya besar dalam kehidupan kita. Semoga. Amin..