Sponsor Links

Monday, July 26, 2010

Kepompong di Bulan Suci

Kepompong di Bulan Suci
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Sering-seringlah berlaku seperti ulat. Berjalan dan bergerak terus, kadang berhenti sekedar untuk memahami dan mencari strategi. Kebutuhan makan dan minum hanya bagian kecil dari tujuan hidupnya, dan bukan mendominasi. Ia berkelana sepenjang yang dapat lalui. Ia tidak pernah berhenti untuk mencari pencipta sejati.

Jika ia sedang luka. Luka hati luka fisik, ia akan berhenti sejenak untuk mengobati diri. Ia akan bermeditasi. Berhenti dari segala, tanpa ada yang dapat menjumpai. Ia sembunyi dibalik balutan putih atau ungu pagi dan malam hari. Ia tidak makan. Ia juga tidak minum.

Di sanalah ia bermeditasi merenungi perjalanan hidup. Ia akan bertanya pada diri sendiri. Apakah hidupnya sudah sesuai dengan tujuan Ilahi? Apakah selama ini masih banyak kegiatan yang melenceng dari tujuan sejati? Apakah pula ia telah melakukan kesalahan besar dalam kehidupannya?

Sepanjang persembunyiannya, ia akan banyak mengoreksi diri sendiri dan tidak akan pernah memikirkan keburukan orang lain. Ia berfikir segala yang terjadi dan menimpa dirinya tidak lepas dari apa yang ia perbuat. Oleh karena itu ia pantang mencari kesalahan orang lain. Apalagi menyalahkan orang lain atas kegagalannya.

Setelah berhari-hari menyendiri ia menemukan dirinya yang berbeda. Ia sudah berubah menjadi berwarna cerah. Ia berfikiran jernih dan berimajinasi yang jauh kedepan. Bahkan ia dapat lebih jauh melangkah. Jangkaunnnya lebih jauh. Pandangannya jauh angkasa raya.

Kini ia telah berubah menjadi kupu-kupu. Hasil meditasi dan perenungan diri menjadikannya superanimal. Ia dapat terbang kemanasaja yang ia mau dan dapat merubah makanannya dari yang sekedar daun kotor, kini dapat meminum madu yang manis, bersih dan sehat.

Ia adalah makhluk yang indah. Inilah hasil meditasinya. Sebelumnya ia adalah ulat yang berbentuk menakutkan. Setiap anak, setiap perempuan akan ketakutan melihatnya. Bahkan merasa jijik untuk menyentuhnya sekalipun. Tetapi sekarang setelah bermeditasi, ia menjadi makkhluk yang indah. Makhluk yang berwarna-warni. Ia menarik hati setiap mata yang memandang. Gela rasanya jika tidak mennyentuhnya.

Pandangan matanya menerawang jauh kedepan. Ia tidak terbatas pada sebatang pohon atau bahkan hanya ranting pohon. Ia dapat mengitari pohon-pohon sekehendak yang ia mau. Itulah hasil dari introspeksi diri yang luar biasa dari seekor ulat yang menjijikkan.

Akankah bulan puasa kita kali ini kita gunakan untuk berlaku dan meniru ulat. Akankah segala keburukan-keburukan yang ada di dalam diri kita kita niatkan untuk menghilangkannya selama satu bulan ini?

Jika kita sungguh-sungguh, pasti kita akan mampu menggunakan bulan introspeksi ini dengan baik, sehingga kita akan dapat merubah diri kita yang kotor dan keji menjadi manusia yang indah, manusia yang suci lahir dan batin.