Sponsor Links

Saturday, September 4, 2010

Demi Waktu

Demi Waktu
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Sesungguhnya Manusia dalam kerugian.
Kecuali Orang-orang yang beramal shaleh dan
saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
(QS : Al-Ashr 1-3)

Demi waktu, bahwa kita dalam keadaan merugi. Kita sering melakukan hal-hal yang tidak berguna. Sepanjang hidup kita; tenaga, waktu dan pikiran, sering kita gunakan untuk sesuatu yang tidak bermanfaat. Ironisnya kita lebih suka menghabiskan waktu untuk hal-hal yang tidak jelas tujuannya. Padahal jelas sekali Al-Qura’an mengajarkan kepada kita untuk menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah.
Kita terlena dengan waktu luang kita. Waktu luang adalah saat-saat dimana kita berfikir tidak ada sesuatu yang harus kita kerjakan. Padahal, dalam hidup ini sebenarnya tidak ada waktu yang harus kita buang secara percuma. Kita bisa mengisi detik-detik hidup kita dengan aktivitas yang bermanfaat. Bahkan tidur saja itu bisa menjadi kegiatan yang bermanfaat jika detik-detik lainnya kita diisi dengan aktivitas produktif. Jadi tidur merupakan usaha membangun kekuatan atau memulihkan tenaga agar kita lebih kuat lagi untuk mengerjakan pekerjaan selanjutnya.
Untuk itu, perlu kiranya kita memformulasikan hari-hari dalam kehidupan kita dengan jadwal aktivitas yang teratur. Jadwal ini akan memberikan arah ataupun panduan kepada kita akan apa yang harus kita kerjakan pada setiap detiknya. Pasalnya, kebanyakan dari kita itu terbunuh oleh waktu dan usia. Waktu luang yang kita gunakan untuk sesuatu yang sia-sia atau tidak produktif akan membawa kita pada kematian yang sia-sia. Waktu adalah pedang, jika kita tidak pandai menggunakannya. Maka kitalah yang akan terbunuh dengan waktu. Demikian juga dengan usia. Usia adalah masa dimana kita memiliki batas waktu. Dimana batas akhirnya pun tidak ada yang tahu. Batas waktu usia adalah rahasia Allah atas manusia. Allah sengaja tidak memberi tahu kapan kehidupan kita berakhir karena Ia ingin menguji sejauh mana keimanan dan komitmen aplikasi keimanan dalam hidup kita. Itulah sebabnya manusia harus berkarya dengan ibadah sebanyak-banyaknya guna mempersiapkan diri agar siap dipanggil kapan pun juga.
Semakin banyak aktivitas produktif dalam hidup kita, semakin banyak juga kemungkinan amal ibadah kita. Kita bekerja untuk dunia dapat dikatakan ibadah jika kita bekerja sesuai dengan ajaran agama atau tidak melanggar hukum agama. Kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk kebaikan umat manusia adalah jihad yang sangat besar pahalanya di sisi Allah swt. Apalagi kehidupan kita diisi dengan ibadah-ibadah yang sudah jelas-jelas untuk Allah swt. Kita solat, kita puasa, zakat dan naik haji merupakan bukti keimanan kita, dan keimanan itu akan terpancar dari gerak-gerik kita di dalam kehidupan bermasyarakat dan berkomunitas. Semakin sholih kita, berarti kita harus lebih banyak memberi daripada meminta.
Setiap muslim dianjurkan menjadi orang kuat. Orang yang kuat adalah orang yang kuat secara lahir dan batin. Orang yang kuat secara lahir berarti ia mampu berdiri sendiri. Ia mampu berkarya dalam kehidupannya sesuai dengan bidang yang ditekuni. Dengan demikian, ia akan dapat lebih banyak memberi daripada meminta. Sedangkan orang yang kuat batinnya. Ia akan tabah menghadapi cobaan, hambatan dan rintangan. Sehingga ia bagaikan pelita dalam kegelapan persoalan suadara-saudarannya. Orang yang kuat secara batin akan menjadi panutan. Ia tidak pernah mengeluh dengan kesulitan hidup ini. Ia tidak mudah menyerah dengan segala kondisi hidup ini. Bahkan ia mampu memberi semangat kepada saudara-saudaranya agar bangkit dan terus berjalan menuju Sang Pencipta. Ia benar-benar menyadari bahwa semua kehidupan adalah cobaan sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tidak ada yang perlu ditakuti dan disesali. Setiap makhluk yang sudah terlahir di muka bumi, maka apapun kondisinya kehidupan harus jalan terus. Tidak boleh berhenti. Tidak boleh menyerah. Sebelum sampai pada tujuan hakiki kehidupan, yaitu Allah swt. Semoga kita dimudahkan untuk mencapainya. Amien....

Saturday, August 21, 2010

Membangun Militansi di Organisasi

Membangun Militansi di Organisasi
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Kepala Pusat Bahasa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Pengertian organisasi
Organisasi berasal dari kata organon yang diartikan sebagai alat. Yaitu suatu alat dari suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama (Wikipedia). Dengan istilah lain, organisasi digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya baik uang, material, mesin, metode, maupun lingkungan, juga sarana-parasarana, data, dan yang lain. Orang-orang yang berada di organisasi tersebut bekerja dan menggunakan segala fasilitas secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Stoner, organisasi adalah suatu pola hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama (Efendi dkk. 1976). Dalam pengertian ini menunjukan bahwa peranan pimpinan menjadi ujung tombak jalannya organisasi. Pemimpin adalah pengarah dan penggerak dari semua komponen untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
Sementara itu, James D. Mooney mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama (Willies, 1996). Pengertian ini mengacu pada setiap bentuk perserikatan atau perkumpulan. Meskipun tidak disebutkan peranan sentral dari seorang pemimpin, tetapi umumnya sebuah perserikatan memiliki seorang penggerak dari perkumpulan tersebut. Dengan demikian, setiap perkumpulan orang dapat dikatakan sebagai organisasi.
Ketiga, Stephen P. Robbins menyatakan bahwa Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Wikipedia).
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama. Penyatuan tersebut merupakan sebuah bentuk agar sekelompok orang tersebut memiliki kekuatan dan efektifitas di dalam mencapai suatu tujuan. Itulah sebabnya, sebuah organisasi dianggap baik jika organisasi memiliki komponen-komponen yang saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.
Orang-orang yang terlibat di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang terus menerus. Mereka saling bekerja sama, untuk mencapai suatu tujuan yang sama pula. Namun demikian, rasa keterkaitan ini bukan berarti keanggotaan seumur hidup. Tetapi sebaliknya, perubahan yang konstan di dalam keanggotaan akan terus terjadi.
Partisipasi
Sebuah perkumpulan dapat dikatakan sebagai suatu organisasi jika ada partisipasi dari setiap komponen di dalam perkumpulan tersebut. Setiap individu dapat berinteraksi dengan semua struktur yang terkait baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung kepada organisasi yang mereka pilih. Agar dapat berinteraksi secara efektif setiap individu bisa berpartisipasi pada organisasi yang bersangkutan. Dengan berpartisipasi, setiap individu dapat lebih mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan.
Partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan.
Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Menuruth Keith Davis ada tiga unsur penting partisipasi:
1. Unsur pertama, bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
2. Unsur kedua adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok.
3. Unsur ketiga adalah unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota. Hal ini diakui sebagai anggota artinya ada rasa “sense of belongingness”.
Keith Davis juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi, yaitu sebagai berikut:
1. Pikiran (psychological participation)
2. Tenaga (physical partisipation)
3. Pikiran dan tenaga
4. Keahlian
5. Barang
6. Uang

Partisipasi dalam organisasi menekankan pada pembagian wewenang atau tugas-tugas dalam melaksanakan kegiatannya dengan maksud meningkatkan efektifitas tugas yang diberikan secara terstruktur dan lebih jelas.
Bertolak dari pemahaman tersebut di atas, maka sudah sepantasnyalah jika kita berperan aktif di dalam organisasi dimana kita berada. Perankita sebagai bawahan adalah menjalankan fungsi dan tugas yang sudah ditentukan. Sedangkan peran kita sebagai pemimpin atau atasan adalah memberikan arahan, motivasi dan koordinasi dari semua komponen untuk bersama mencapai tujuan. Mengkomunikasikan tujuan bersama adalah tanggungjawab utama dari seorang pemimpin organisasi. Semakin efektif pemimpin mengkoordinasi dan menginstruksi bawahan, maka semakin sukses pula organisasi itu mencapai tujuan. Semoga.... wallahua’lam.

Thursday, August 19, 2010

Lailatul Qadar

Lailatul Qadar




"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Allah swt memberikan begitu banyak kebaikan dan kemudahan bagi umat manusia di muka bumi. Selain dilipatgandakan pahala bagi setiap kebaikan, pada bulan puasa Allah menurunkan malam yang disebut dengan lailatul qodar. Yaitu suatu malam dimana Allah memberikan sagala rahmat bagi siapa saja yang menemuinya. Seseorang yang menemui lailatul qodar akan menemukan kedamaian, kesejukan dan barokah dari Allah Swt. Dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa lailatul Qodar adalah satu malam penting yang terjadi pada bulan Ramadhan, yang dalam Al Qur'an digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dan juga diperingati sebagai malam diturunkannya Al Qur'an.
Nabi Muhammad saw selalu bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir dari bulan romadhan dengan berbagai amalan melebihi waktu-waktu lainnya. Pada sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang penuh dengan kebaikan dan keutamaan serta pahala yang melimpah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Sebagaimana istri beliau –Ummul Mu'minin Aisyah ra berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya." (HR. Muslim)
Aisyah radhiyallahu 'anha juga mengatakan,
"Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima',pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya." (HR. Bukhari & Muslim)
Ibada-ibadah yang dilakukan pada saat sepertiga terakhir di bulan ramadhan meliputi; shalat, membaca Al Qur'an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Bukan melakukan hal-hal yang bersifat duniawi sebagaimana yang banyak dilakukan orang sekarang. Seperti yang kita tahu jika memasuki sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan kita lebih disibukan dengan berbelanja di pusat-pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran (hari raya). Inilah hal ironis umat muslim saat ini yang lebih mengutamakan sepirit glamor keduniaan dibandingkan dengan meluangkan waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Lihat saja bagaimana pada saat akhir-akhir romadhon setiap orang sudah sibuk dengan persiapan mudik, berjubel di berbagai pusat perbelanjaan sedangkan masjid sudah mulai kosong.

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Kita tidak pernah mengetahui kapan pastinya malam lailatul qodar itu turun. Oleh karena itu sebagai seorang muslim yang taat, pada sepertiga dari bulan ramadhan itu sepenuhnya kita perjuangkan untuk tetap menjalankan ibadah secara sungguh-sungguh. Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar adalah agar dapat dibedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut. Dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak.
Mengenai informasi kapan datangnya lailatu qadar dapat kita pahami dari beberapa hadits Rasulullah saw. Sebagaimana sabda Nabi Saw, Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.
"Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan." (HR. Bukhari)
"Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan." (HR. Bukhari)
"Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa." (HR. Bukhari)

Tanda-tanda Malam Lailatul Qadar
1) Udara dan angin sekitar terasa tenang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
2) "Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan." (HR. Ath Thoyalisi. Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)
3) Malaikat turun membawa ketenangan, sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
4) Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya, sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
5) Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih. Dari Abi bin Ka'ab bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya,"Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik." (HR. Muslim)
I’tikaf
Untuk dapat menemui malam lailatul qodar kita harus memperbanyak amalan ibadah secara sungguh-sungguh mendekatkkan diri kepada Allah. Ibadah yang mungkin jarang kita lakukan di luar bulan ramadhan adalah i’tikaf. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Iktikaf berarti berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah Swt. I’tikaf dapat dilakukan dengan sholat tahajud, membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada Allah Swt.
I’tikaf ini juga dapat digunakan untuk mengevaluasi diri akan kehidupan kita yang penuh dengan berbagai kekurangan. Kita dapat memohon ampun atas segala khilaf dan memohon kekuatan agar kita diberi kekuatan dan kemudahan untuk dapat memperbaiki diri di dalam kehidupan ini.
Marilah kita berusaha sekuat tenaga menghabiskan waktu-waktu kita dengan berdiam diri di Masjid. Kita isi hari-hari kita dengan membaca Alqur’an, dzikir, memperbanyak sholat sunnah. Semoga Allah meridhoi kita untuk dapat menjumpai malam kemuliaan tersebut. Semoga ...

Friday, August 13, 2010

Amanah Berbuat Adil

Amanah Berbuat Adil



“ Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada yang berhak dengannya dan apabila kalian menghukumi diantara manusia, maka hukumilah dengan adil. Sesungguhnya Allah yang paling baik menasehati kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (An-Nisa: 58).


Saat ini banyak orang putus asa dengan kehidupan ini. Pasalnya banyak orang yang diberi amanah menjadi pemimpin, tetapi tidak mengemban amanah itu secara baik. Amanah itu justru dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga atau golongannya. Ironisnya sebelum diberi amanah,berupa jabatan, mereka berjanji bahkan bersumpah dengan nama Illahi untuk mendapat simpati.
Kejadian yang terjadi di gedung DPR/MPR hanya bagian kecil dari bukti keputusasaan rakyat kecil untuk mengingatkan para pemimpin yang tidak adil. Kata-kata tidak didengar lagi. Demo sudah bukan barang baru, bahkan sekedar menjadi intertainment semata. Walhasil, wajarlah jika lahir tindakan-tindakan “destruktif” seperti yang dilakukan pak Pong dan kawan lainnya. Jika kritik sudah tidak mempan lagi apalagi hanya sekedar saran dan kritikan.
Jika para pemimpin sudah tidak lagi mengindahkan nasehat para ulama’ di negeri ini, maka siapa lagi yang dapat diandalkkan oleh rakyat kecil. Hasilnya adalah ketidak percayaan, sehingga setiap orang akan dengan caranya sendiri mengekspresikan kekecewaan dan kekesalan terhadap para pemimpin mereka. Hal itu tentu akan melahirkan tindakan destruktif yang berkepanjangan.

Pemimpin yang adil
Saat ini memang sangat sulit mencari pemimpin yang dapat di percaya. Hal ini terbukti dengan semakin terpuruknya lembaga-lembaga hukum kita. Lembaga hukum kita telah tercoreng dengan ditemukannya beberapa oknum yang terlibat dalam korupsi dan kolusi. Jika lembaga hukum saja demikian, bagaimana dengan lembaga-lembaga yang lain? Jawabanya, tentu akan lebih para dari itu.
Pemimpin yang adil akan mengemban amanah sesuai yang telah ditetapkan atau dijanjikan. Ia akan konsisten mencapai tujuan dengan tindakan-tindakan mulia, yaitu dengan cara yang benar, dengan tidak mengorbankan kepentingan rakyatnya. Pemimpin yang adil tidak akan mengorbankan bawahan demi kepentingan dirinya bahkan kepentingan organisasinya. Pemimpin yang adil harusnya justru berani berkorban untuk orang lain terutama bawahan agar bawahannya mendapatkan hak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukan.
Dalam konsep yang sederhana, pemimpin adalah orang yang dipercaya mengemban amanah untuk mewakili kepentingan organisasinya (dalam kontek negara, rakyat). Pemimpin yang adil tidak akan melakukan atau memutuskan sesuatu tanpa landasan kebenaran. Apapun yang terjadi dengan organisasi, pucuk pimpinan bertanggungjawab atas segala sesuatunya. Sehingga keputusan apapun dan kebijakan apappun sangat tergantung dengan kebijakan pimpinan itu sendiri. Jika pemimpin dapat bersikap adil, dalam arti menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuannya, maka sinergi organisasi itu akan semakin baik. Jika sinergi ini dalam kondisi yang baik, maka organisasi itu akan semakin mudah mencapai tujuan bersama. Namun berbeda halnya jika pemimpin tidak bisa menempatkan segala sesuatu sesuai dengan ketentuan. Sudah dapat dipastikan jalan organisasi akan pincang. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya sinergi di dalam organisasi tersebut.
Ketidakadilan dapat berakibat fatal dalam kehidupan. Kondisi ini akan menimbulkan berbagai persoalan sosial akibat persaingan yang tidak sehat. Bahayanya lagi, ketidakadilan akan melahirkan kecemburuan sosial yang berakibat pada dihalalkanya segala cara untuk meraih jabatan. Kondisi ini pernah melanda umat islam, pada zaman kekhalifahan. Seperti yang digambarkan oleh KH Abdurrahman Muhammad (2009); “…caci maki dan fitnah terhadap keluarga Ali tidak saja dilakukan di wilayah privat, tapi juga di tempat-tempat umum, bahkan di masjid-masjid. Tak sedikit di antara para Khatib yang memanfaatkan mimbar Jumat sebagai ajang caci maki terhadap Ali dan keluarganya. Padahal, semua orang tahu bahwa Ali adalah orang pertama dari kelompok anak muda yang masuk Islam. Ia kelurga dekat, juga menantu kesayangan Rasulullah SAW. Ali mengikuti hampir semua peperangan menghadapi kaum kafir.”
Kejadian seperti itu tentu tidak boleh terulang kembali di kalangan umat Islam. Sesama muslim hendaknya mempererat persaudaraan dan ukhuah islamiah. Kalaupun ada pertentangan atau perbedaan hendaknya diselesaikan secara musyawarah. Hal itu akan lebih meredam perpecahan dan permusuhan.

Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana menciptakan sinergi dalam organisasi. Yaitu kondisi dimana setiap komponen dalam komunitas itu memiliki rasa memiliki dan bersemangat untuk menjalankan tanggungjawabnya masing-masing.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah memulai segala kebaikan dari pucuk pimpinan. Pemimpin adalah representasi dari setiap orang yang ada di bawahnya. Ia adalah representasi dari organisasi yang dipimpinnya. Jika pemimpin sudah sesuai dalam menjalankan amanah kekpemimpinan, secara otomatis menggerakan bawahan akan semakin mudah. Karena bawahan tidak akan membangkan dan akan lebih menghormati pemimpin yang amanah. Tetapi berbeda halnya jika pemimpin itu dholim. Pemimpin dholim; pilih sih atau tidak adil, maka akan lehir bawahan yang tidak sinergi dan tidak akan mengikuti bahkan menentang atasan mereka.
Kedua, seorang pemimpin harus transparan terhadap kebijakan-kebijakannya. Kebijakan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, yaitu bawahan. Jika pemimpin dapat memusyawarahkan segala keputusan dan ketentuan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban bawahannya, insya Allah bawahan akan menerima dengan lapang dada dan tidak akan membangkan dengan ketentuan pimpinannya. Oleh karena itu, pemimpin yang adil harus bersikap lapang dada dan terbuka terhadap segala ketentuan yang dibuat bersama. Tidak ada yang diistimewakan atas setiap komponen yang ada di dalam lembaga tersebut.
Ketiga, seorang pemimpin hanya akan mengambil keputusan jika sesuatu itu sudah dapat dibuktikan. Idealnya seorang pemimpin harus bijaksana terhadap segala persoalan. Ia tidak mudah percaya terhadap isu-isu yang berkembang, terutama yang berkaitan dengan persoalan di lembaga sendiri. Karena bisa jadi, orang-orang di sekelilingnya akan berusaha dengan berbagai cara untuk mendapat simpati dari pemimpinnya. Dengan demikian, orang-orang yang berkepentingan akan menyebarkan fitnah terhadap golongan lain di dalam lembaga itu. Jika ini terjadi maka akan terjadi perpecahan, yang berarti juga akan mengurangi kekuatan atau bahakn menghancurkan organisasi itu sendiri.
Keempat, seorang pemimpin tidak suka menghukum, tetapi lebih suka memberi motivasi. Tugas ini adalah tugas yang sangat berat. Tetapi kalau kita melihat pola kepemimpinan Rasulullah saw, kita akan menemukan betapi beliau lebih banyak memotivasi orang-orang yang berbuat salah ketimbang memberi hukuman. Contoh saja ketika ada seseorang yang mengadu bahwa dirinya telah batal menjalankan puasa, karena ketidakmampuannya terhadap istrinya. Maka tidak sertamerta, Rasulullah menghujatnya sebagai manusia berdosa. Tetapi dengan bijaksana beliau mengajari dan menyarankan hamba itu berbuat sesuatu yang lebih baik. Inilah contoh pemimpin yang diharapkan oleh setiap manusia sepanjang jaman.
Kelima, seorang pemimpin lebih banyak memberi contoh daripada menegur. Dalam setiap kesempatan kita tentu melihat bagaimana pola kepemimpinan di lingkungan kita. Seorang pemimpin ditakuti, tetapi bukan dihormati. Kalaupun ada yang dihormati itu sementara saja saat pemimpin itu ada di depan mata, tetapi ketika pemimpin sudah pergi akan menjadi bahan caci maki. Coba lihatlah bagaimana bisa seorang pemimpin di negeri yang mayoritas muslim, justru jadi cemoohan, ejekan dan hujatan. Hal ini tentu karena seorang pemimpin tidak dapat memberi contoh yang lebih baik dalam kehidupan ini.
Mudah-mudahan kesadaran kita akan pentingnya memimpin dengan amanah akan membawa kita pada kedamaian dan kesejahteraan bersama. Hal itu hanya akan terwujud jika kita meneladani pola kepemimpinan yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Semoga dengan usaha yang sungguh-sunggu kita akan diberi kekuatan untuk mengikuti pola kepemimpiannya. Amin..

Thursday, August 12, 2010

Pemimpin Dilarang Mengeluh

Pemimpin Dilarang Mengeluh
Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Beberapa saat yang lalu kita baru saja menyadari bahwa pemimpin kita mengeluh. Presiden mengeluh terhadap kondisi yang dihadapi, terutama mengenai terorisme. Presiden nampaknya wawas dengan adanya berbagai ancaman yang membahayakan dirinya. Jika presiden saja mengeluh bagiamana dengan rakyatnya? Jika presiden saja mengeluh, tentu rakyat kecil akan lebih mengeluh. Pasalnya, rakyat kecil terancam dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok, terutama menjelang lebaran. Belum lagi ancaman kenaikan TDL dan kebutuhan-kebutuhan lainya. Lebih menakutkan lagi akan adanya ledakan gas beracun yang siap menelan siapa saja, tentunya masyakat miskin yang hanya mampu membeli gas 3 kiloan.
Kenginan mengeluh adalah sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Tindakan ini dilakukan oleh orang-orang yang menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan. Bisa karena khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk padanya, atau karena kondisi yang tidak menyenangkan. Mengeluh umumnya dilakukan oleh orang-orang yang hidup susah. Baik susah secara ekonomi, karena belum dapat perkerjaan, susah karena harga-harga naik dan lain sebagainya.
Sikap mengeluh hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak sabar dengan cobaan yang dihadapi. Seberat apapun ujian dan tantangan dalam kehidupan harus dihadapi dengan lapang dada dan pantang menyerah. Namun demikian, bagaimana jika yang mengeluh itu seorang presiden? Tentu akan timbul berbagai pertanyaan. Apa yang terjadi dengan presiden tersebut? Apakah presiden sedang galau menghadapi harga-harga yang naik menjelang lebaran? Atau mengeluh karena kurang tunjangan?
Harusnya, seorang pemimpin pantang untuk mengeluh. Apalagi dihadapan rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin yang suka mengeluh menunjukan ketidakikhlasan atas pekerjaan dan beban yang diembanya. Apapun resikonya menjadi seorang pemimpin harus bisa menunjukan bahwa pemimpin itu siap menghadapi segala resiko, termasuk resiko mengorbankan jiwa dan raga. Pemimpin yang bijak merelakan diri dan segalanya untuk masyarakat yang dipimpinnya.
Jika seorang pemimpin mengeluh dihadapan rakyatnya bagaimana mungkin rakyat akan menggantungkan harapan dan perlindungan dari pemimpinnya. Rakyat sangat percaya bahwa pemimpin yang telah dipilihnya mampu menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Pemimpin yang kuat secara lahir batin akan memberikan semangat dan atmosfir positif terhadap segala kondisi yang dihadapi. Hal itu akan menjadikan siapa saja yang dipimpin semakin percaya dan bersemangat menjalani kehidupan dengan berbagai kondisi.
Seseorang yang mengeluh menandakan tidak percaya kepada Allah swt. Karena sesungguhnya segala sesuatu datang dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengeluh ia akan menjadi lemah, frustasi dan merasa tidak mampu menghadapi persoalan yang dihadapi, akhirnya lahirlah ungkapan-ungkapan ketidakmampuan menahan diri dari segala persoalan yang dihadapi.
Dengan mengeluh atau dalam istilah anak mudah churhat, orang memang dapat mengurangi beban psikologis yang dihadapi. Tetapi hal itu tentu tidak etis jika dilakukan oleh seorang pemimpin, apalagi pemimpin negara. Seorang pemimpin yang terlalu banyak mengeluh akan menimbulkan efek negatif terhadap kehidupan sebuah organisasi, baik besar maupun kecil. Misalnya saja seorang karyawan yang banyak mengeluh tentu tidak akan disukai rekan kerjanya. Karena orang-orang seperti ini akan lebih banyak menggantungkan diri kepada oang lain. Dan tentunya kebiasaan mengeluh akan mempengaruhi orang-orang yang ada di sekelilingnya. Orang yang suka mengeluh tidak dapat dijadikan tumpuan dan harapan, karena orang seperti ini hanya akan merepotkan orang lain.

Kepemimpinan Itu Adalah Amanah
Pada dasarnya, kepemimpinan adalah amanah yang membutuhkan karakter dan sifat-sifat tertentu. Seseorang dinilai layak untuk memegang amanah kepemimpinan atas dasar mampu memikul amanah kepemimpinan. Sifat-sifat kepemimpinan tersebut dalam Islam sangat penting untuk dipertimbangkan. Ia harus kuat secara lahir maupun batin. Fisik dan mental akan sangat mempengaruhi cara berfikir dan cara pengambilan kebijakan di dalam kepemimpinannya. Oleh karena itu, di dalam Islam perlu diperhatikan beberapa kriteria seorang pemimpin, diantaranya:
Pertama, al-quwwah (kuat). Seorang pemimpin haruslah kuat lahir dan batinnya. Karena ketika ia mengemban amanah memimpin umat, setiap orang yang dipimpinnya akan menggantungkan segala harapan kepadanya. Untuk itu kepemimpinan tidak boleh diserahkan kepada orang-orang yang lemah. Orang yang lemah akan mudah putus asa dan mudah mengeluh ketika diserahi tanggungjawab. Bahkan jika merasa tidak bisa cenderung akan meninggalkan tanggungjawab tersebut, bahkan akan mencari kesalahan orang lain.
Rasulullah Saw pernah menolak permintaan dari Abu Dzar al-Ghifariy yang menginginkan sebuah kekuasaan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim, bahwa Abu Dzar berkata, “Aku berkata kepada Rasulullah Saw, “Ya Rasulullah tidakkah engkau mengangkatku sebagai penguasa (amil)?” Rasulullah saw menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau orang yang lemah. Padahal, kekuasaan itu adalah amanah yang kelak di hari akhir hanya akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan hak, dan diserahkan kepada orang yang mampu memikulnya.”
Yang dimaksudkan kekuatan di dalam hadits tersebut adalah kekuatan ‘aqliyyah dan nafsiyyah. Artinya seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat, sesuai syari’at Islam. Seorang yang lemah akalnya, pasti tidak akan mampu menyelesaikan urusan-urusan rakyatnya. Lebih dari itu, ia akan kesulitan untuk memutuskan perkara-perkara sulit yang harus segera diambil tindakan. Pemimpin yang memiliki kekuatan akal akan mampu melahirkan kebijakan-kebijakan cerdas dan bijaksana. Ia mampu melindungi dan mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, pemimpin yang lemah akalnya, pasti akan merugikan dan menyesatkan rakyat yang dipimpinya.
Selain kekuataan ‘aqliyyah, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan nafsiyyah (kejiwaan). Kejiwaan yang kuat akan mencegah seorang pemimpin dari tindakan tergesa-gesa, emosional atau tidak sabar. Seorang pemimpin yang lemah kejiwaannya cenderung mudah mengeluh, gampang emosi, serampangan bahkan gegabah dalam mengambil keputusan. Pemimpin yang seperti ini sangat membahayakan bagi orang-orang yang dipimpin. Karena rakyat akan semakin merasa wawas dan gelisah dengan masa depan mereka.
Kedua, al-taqwa (ketaqwaan). Ketaqwaan adalah sifat yang sangat penting harus dimiliki seorang pemimpin. Ketakwaan merupakan kunci dari kepempimpinan di dalam Islam. Seorang pemimpin yang bertakwa akan berpegang teguh pada aturan dan nilai-nilai di dalam Islam. Oleh karena itu, pemimpin yang bertakwa tidak akan menyengsarakan rakyatnya hanya untuk kepentingan diri sendiri dan golongan. Bahkan lagi seorang pemimpin yang bertakwa akan mengikuti apa yang telah digariskan oleh Allah swt.
Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa tatkala Rasulullah saw melantik seorang amir pasukan atau ekspedisi perang, beliau berpesan kepada mereka terutama pesan untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT dan bersikap baik kepada kaum Muslim yang bersamanya.(HR. Muslim & Ahmad).
Pemimpin yang bertaqwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Ia tidak akan menyimpang dari aturan Allah SWT. Ia sadar bahwa, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya. Berbeda dengan pemimpin yang tidak bertaqwa, yang cenderung untuk menggunakan kekuasaannya untuk menindas, mendzalimi dan memperkaya diri sendiri. Pemimpin seperti ini merupakan sumber fitnah dan penderitaan.
Ketiga, al-rifq (lemah lembut). Seorang pemimpin haruslah bersifat lemah lembut ketika bergaul dengan rakyat. Pemimpin akan semakin dicintai dan tidak ditakuti oleh rakyatnya jika ia memimpin secara lemah lembut. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, bahwa ‘Aisyah ra berkata, ”Saya mendengar Rasulullah saw berdoa di rumah ini, ‘Ya Allah, siapa saja yang diserahi kekuasaan untuk mengurusi urusan umatku, kemudian ia memberatkannya, maka beratkanlah dirinya, dan barangsiapa yang diserahi kekuasaan untuk mengurus urusan umatku, kemudian ia berlaku lemah lembut, maka bersikap lembutlah kepada dirinya.” (HR. Muslim).
Pemimpin yang lemah lembut tidak akan ambisius dengan kekuasaan. Dengan demikian, ia tidak akan menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaannya. Lebih dari itu, ia juga tidak akan meremehkan, memfitnah, dan menghujat lawan politik yang ada di sekitarnya. Inilah sumber fitnah dalam ranah kepemimpinan di negeri kita saat ini. Kita sering menyaksikan bagaimana para pemimpin di teras atas, dengan berbagai cara yang sesungguhnya dilarang di dalam Islam. Seolah-olah tindakan-tindakan menfitnah dan menghujat sudah bukan larangan lagi. Padahal setelah mendudukan mereka dapatkan, mereka tidak memperjuangkan sebagaimana yang dijanjikan sebelum mendudukinya.
Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa diberi kekuasaan oleh Allah SWT untuk mengurusi urusan umat Islam, kemudian ia tidak memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinan mereka, maka Allah SWT tidak akan memperhatikan kepentingan, kedukaan, dan kemiskinannya di hari kiamat.” (HR. Abu Dâwud & at-Tirmidzi).
Semoga kita terhindar dari sifat-sifat munafik yang ada di dalam diri kita. kita tidak boleh meminta jabatan, tetapi jika diserahi amanah memimpin umat maka harus dikerjakan sebaik-baiknya, yaitu dengan menerima segala resiko dan tidak mengenluh dengan berbagai kondisi. Hanya dengan inilah kita akan menemukan kepemimpinan yang dapat menjadi panutan, tumpuan dan gantungan dalam menghadapi persoalan kehidupan yang semakin kompleks ini. Semoga Allah memberikan jalan kemudahan bagi segala persoalan hidup kita. amin..

(dimuat di Republika hari Kamis 2 September 2010)

Wednesday, August 11, 2010

Hikmah Perintah Puasa

Hikmah Perintah Puasa




“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
(Al-Baqarah: 183)

Bulan romadhan sudah hampir tiba. Bulan romadhan adalah bulan penggemblengan. Bulan, dimana setiap muslim dilatih untuk mengendalikan nafsunya. Baik nafsu makan dan minum, juga nafsu-nafsu duniawi lainnya. Pada bulan ini umat muslim dilarang melakukan hal-hal yang tidak penting, dan dianjurkan untuk mengerjakan amalan kebaikan sebanyak mungkin. Amalan itu baik yang berkaitan dengan ibadah langsung kepada Allah, maupun maupun ibadah sosial. Ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan puasa akan diberi balasan berlipat ganda.
Pada bulan puasa kita dilarang makan dan minum. Secara sosial, hal ini dimaksudkan agar kita dapat merasakan bagaimana sengsaranya saudara-saudara kita yang tidak mendapat nikmat berupa rezeki makanan. Kita diajari untuk hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan dan minuman. Ini juga menunjukan bahwa Islam sangat menganjurkan kepada umat muslim agar ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain sesama muslim.
Puasa bukan hanya berhenti dari aktivitas makan dan minum, tetapi kita juga dianjurkan untuk tidak melakukan dosa-dosa kecil apalagi dosa besar. Dosa-dosa yang berkaitan dengan orang lain; seperti menggunjing, meremehkan, mencela, mengambil hak orang lain dan lain sebagainya. Dosa-dosa itu sering tidak disadari kita lakukan sepanjang hidup kita. Baik dengan keluarga sendiri maupun dengan tetangga kita. Mungkin kita sering jengkel, sering marah-marah karena ketidakpuasan kita atas mereka. Ataupun dosa kita kepada tentangga, karena kita secara sengaja maupun tidak disengaja menyinggung perasaan, membicarakan kekurangan-kekurangan mereka dan lain sebagainya. Intinya dengan berpuasa kita harus menyadari bahwa apa yang dirasakan orang lain harus dapat kita rasakan pula. Dengan demikian kita akan peka terhadap persoalan sosial yang ada di sekeliling kita.

Manfaat puasa
Di era modern ini begitu banyak orang mengalami persoalan kesehatan karena overnutrisi. Manusia modern melampiaskan nafsu makan dan minumnya sekehendak mereka. Walhasil, sering kita menemukan manusia-manusia yang cemas dengan kondisi tubuh yang tidak terkontrol, alias kegemukan. Kondisi tubuh yang tidak sehat ini juga berpengaruh terhadap kejiwaan mereka, sehingga timbulah berbagai macam penyakit mengerikan. Penyakit-penyakit seperti tumor, gagal ginjal, strok dan lain sebagainya lebih disebabkan oleh tidak terkontrolnya pola makan atau gaya hidup manusia itu sendiri.
Berkenaan dengan hal tersebut, puasa memberikan solusi atas berbagai macam persoalan overnutrisi yang terjadi pada masyarakat modern. Pertama, dari segi kesehatan, puasa akan memberikan dampak yang sangat bagus bagi kesehatan. Selama tidak berpuasa kita mengkonsumsi berbagai macam makanan yang mengandung berbagai zat yang terkadang tidak sehat bagi tubuh kita. Dengan berpuasa, tubuh kita akan mengurangi kadar negatif yang ada di dalam tubuh. Disamping itu, pada saat berpuasa kita juga dianjurkan memakan makanan yang lebih baik ketimbang di luar bulan puasa. Dengan demikian, pada saat puasa kita akan mengontrol makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita sesuai dengan kebutuhan.
Kedua, puasa akan memberi kesempatan pada alat pencernaan untuk beristirahat sebentar. Selama puasa makanan dan cairan yang masuk ke dalam tubuh dikurangi, maka secara otomatis alat pencernaan pun aktivitasnya berkurang. Kondisi ini akan mendukung pemulihan sel-sel yang terkontaminasi oleh zat-zat yang merusak tubuh. Itulah sebabnya selama puasa kita dianjurkan untuk lebih banyak minum, atau meminum minuman yang banyak mengandung gizi.
Ketiga, puasa dapat mengatur nutrisi yang masuk ke dalam tubuh kita, sehingga menghindarkan kondisi overnutrisi. Menurut ahli kesehatan, kelebihan gizi atau overnutrisi mengakibatkan kegemukan yang dapat menimbulkan penyakit degeneratif seperti kolesterol dan trigliserida tinggi, jantung koroner, kencing manis (diabetes mellitus), dan lain-lain.
Keempat, puasa dapat membersihkan tubuh dari racun dan kotoran (detoksifikasi). Dengan berpuasa, membatasi kalori yang masuk dalam tubuh kita, sehingga menghasilkan enzim antioksidan yang dapat membersihkan zat-zat yang bersifat racun dan karsinogen dan mengeluarkannya dari dalam tubuh.
Kelima, dengan berpuasa menambah jumlah sel darah putih. Sel darah putih berfungsi untuk menangkal serangan penyakit sehingga dengan penambahan sel darah putih secara otomatis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Keenam, manfaat lainnya berpuasa adalah; menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh, memperbaiki fungsi hormon, meremajakan sel-sel tubuh, dan meningkatkan fungsi organ tubuh.
Gambaran di atas merupakan bagian kecil dari manfaat puasa secara medis. Manfaat lainnya dan yang tidak kalah penting adalah manfaat secara mental (sepiritual). Puasa juga akan memberikan dampak yang luar biasa pada batin manusia. Kita memahami bahwa pola pikir dan otak kita sangat dipengaruhi oleh makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh kita. Oleh karena itu, dengan berpuasa tentu akan memberikan dampak yang positif terhadap kejiwaan kita.
Dampak positif dari puasa diantarnya adalah; pertama, puasa melatih kita disiplin dalam mengendalikan diri. Kita makan dan menahan diri untuk tidak makan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Kita juga dilatih mengendalikan diri untuk tidak menuruti semua nafsu-nafsu yang ada dalam diri kita. Kalau kita tidak berpuasa kita akan makan dan minum sekehendak kita, tetapi dalam puasa kita harus makan dan minum dalam waktu yang telah ditentukan. Kebiasaan mengatur pola makan dan minum ini jika dibiasakan akan melatih kita mengendalikan hawa nafsu kita.
Kedua, puasa melatih kita untuk bersikap jujur. Pada saat berpuasa mungkin tak seorangpun tahu kalau kita sedang berpuasa. Atau kita bisa saja mengatakan berpuasa tetapi ditempat tersembunyi kita makan sesuatu. Dengan berpuasa kita dilatih berkata dan bertindak secara jujur bahwa Allah mengetahui segala yang kita lakukan meskipun orang lain tidak mengetahuinya.
Ketiga, berpuasa memberikan kepada kita perasaan akan kebersamaan. Terutama jika kita melakukan buka puasa bersama. Kita juga diajari untuk saling mengingatkan pada saat sahur dianjurkan membangunkan sesama muslim yang sedang tidur untuk makan sahur. Dan lain sebagianya.
Terakhir dan yang paling penting, bahwa puasa menyadarkan kepada kita bahwa ktia adalah makhluk yang lemah. Kita menyadari bahwa sehari saja tidak makan dan tidak minum kita sudah kekurangan tenaga, apalagi jika kita tidak dapat menikmati makanan dan minuman selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi kehidupan kita. Kewajiban kita agar berpuasa ternyata memberikan manfaat yang sangat besar dalam diri kita baik lahir maupun batin. Dari sini juga dapat kita ambil pelajaran bahwa setiap perintah dan larang dari Allah itu sebenarnya hanya untuk kepentingan manusia itu sendiri. Masihkah kita akan mengingkarinya? Hanya kita sendiri yang dapat menentukan dan mengambil pilihan atas kehidupan ini. Wallahua’lam..

(dimuat di Radar Jogja Rabu, 11 Agustur 2010

Sunday, August 8, 2010

Mental Pengemis

Mental Pengemis

Oleh
Wajiran, S.S., M.A.
(Dosen Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Entah apa yang terjadi pada diri kita sehingga kita sering lebih suka meminta daripada memberi. Kita lebih suka berpangku tangan, entah tentang persoalan diri sendiri apalagi persoalan orang lain. Kita mengabaikan tanggungjawab kita dan memilih menikmati hidup sesuai dengan kehendak kita. Ditambah lagi kita tidak pernah mau menyadari bahwa diri kita memiliki tanggungjawab yang sangat besar terhadap kehidupan ini.

Kita manusia diciptakan sebagai kholifah, pemimpin. Kita diharapkan dapat memberi kebaikan dengan kelebihan atau dengan potensi yang ada di dalam diri kita. Jika kita berlebih harta, diharap berjihad dengan harta, demikian juga dengan kelebihan kita akan tenaga, waktu, ilmu, waktu luang bahkan kelapangan dada kita pun harus kita manfaatkan untuk kebaikan bersama. Doa kita adalah bagian terpenting untuk merubah kehidupan dunia ini agar lebih baik. Doa adalah kekuatan terakhir, jika kita tidak mampu berjihad dengan kekuatan lainya. Doa adalah jihad yang paling rendah bagi seorang muslim.

Jika hidup kita hanya mengalir mengikuti arus, maka sudah dapat dipastikan kita tidak akan memiliki kontribusi apa-apa dalam kehidupan ini. Kita tidak akan dapat mempengaruhi atau merubah kaum kita. karena dengan mengikuti arus, kita sendiri tergelincir dalam kehidupan yang tidak pasti. Oleh karena itu kita harus melawan arus kehidupan, jika memang kehidupan saat ini jauh dari apa yang diharapkan dalam Islam.

Berpatokanlah pada agama agar kehidupan ini terarah. Agama adalah pedoman dan pegangan hidup yang harus dipegang secara teguh dan konsisten. Memang tidak mudah memegang komitmen itu. Akan ada pertentangan, perlawanan bahkan fitnah yang bakal kita hadapi. Tapi jika kita lulus dari semua itu, nama kita dan jasa kita akan menjadi legenda dalam kehidupan ini. Dan ingatlah apapun yang kita kerjakan bukan semata-mata untuk manusia, tetapi perjuangan itu semata untuk Allah semata. Jika kita gagal, kita tidak akan putus asa. Demikian juga kalau kita berhasil, kita tidak akan buta terhadap sanjungan dari manusia.

Perjuangkanlah setiap gagasan yang berdasar atas kebenaran. Setiap gagasan yang disampaikan akan memberikan pengaruh kepada orang lain. Minimal mengingatkan orang lain, atau sekedar menunjukan kebenaran itu. Gagasan yang di bagikan akan menjadi dinamika yang baik bagi kehidupan. Berbeda halnya jika gagasan itu tidak disampaikan dan bahkan hanya menjadi gerundelan di belakang. Gagasan yang tidak dibagikan ibarat api dalam sekam, kapan saja siap meledak dan tak terkendalikan.

Lakukan setiap kebaikan meskipun itu sedikit. Kerjakan secara terus menerus kebaikan itu agar nanti menjadi besar. Sadari bahwa yang besar itu dimulai dari yang kecil. Kesempurnaan dimulai dari kekurangan-kekurangan. Tidak ada satu hal pun yang terlahir dengan sempurna. Semuanya memerlukan proses dan waktu yang terus menerus bertumbuh dan berkembang. Seperti sebuah gedung yang harus diawali dari pembangunan fondasi. Fondasi yang paling dasar adalah kekuatan utama dari sebuah bangunan. Jika fondasinya tidak kuat, alamat keruntuhan bangungan itu. Meskipun fondasi tidak nampak tetapi ia memiliki peran besar dalam kehidupan sebuah bangunan. Semakin dalam dan semakin tidak nampak, fondasi akan semakin kokoh.

Fondasi adalah simbul kedalaman ilmu yang ada jauh di dalam diri seseorang. Ia tidak seperti harta, atau kekayaan lainnya tetapi ada di dasar diri setiap orang. Orang yang berilmu akan memiliki kekuatan lahir dan batin yang luar biasa di dalam mengarungi kehidupan ini. Itulah kekuatan yang tidak dapat disembunyikan dalam kehidupan ini. Ilmu adalah bekal terbaik dalam kehidupan ia bisa dibawa kemana saja. Ia bukan menjadi beban tetapi justru dapat menyelamatkan diri kita.

Dengan berbekal ilmu itulah jadikan dirimu pelita dalam kehidupan ini. Meskipun saat ini kamu dihujat, dicacimaki, diremehkan dan mungkin dikucilkan, jangan pernah menyerah karena itu adalah ujian dalam kehidupan mu. Ujian itu akan menjadikkan mu besar. Ibarat mutiara, saat ini kamu sedang diolah. Kamu sedang dirancang. Oleh karena itu kamu harus siap digembleng dengan berbagai persoalan dalam kehidan. Semakin berat dan semakin sulit persoalan yang kamu hadapi maka akan semakin sempurna kehidupan mu kelak. Emas dan muatiara hanya terlahir dari proses yang cukup panjang dan melelahkan. Jika putus di tengah jalan maka tidak akan disbut kesempurnaan.

Mulailah dari sekarang juga. Mumpung masih ada kesempatan. Masih ada waktu untuk berbenah. Masih ada kekuatan. Masih ada niat dalam kehidupn untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Niat adalah modal utama setiap orang untuk dapat merubah diri. Karena niat adalah kekuatan di dalam diri yang sangat berharga dalam kehidupan ini. Banyak orang yang sesungguhnya berpotensi, tetapi karena tidak memiliki niat yang kuat mereka hancur dan hilang dengan sendirinya. Mereka yang tidak memiliki niat yang kuat akan hanyut terbawa arus derasnya kehidupan yang sangat mengerikan ini.

Semoga kita diberi kekuatan dan keselamatan sehingga kita bisa mencampai tujuan hidup kita. amien..

Angkringan Jl. Pramuka, 09 Agustus 2010