Perebutan Kekuasaan dan Hegemoni
dalam Drama Man and Superman Karya George Bernard Shaw
Oleh
Wajiran
(Mahasiswa Pasca Sarjana UGM)
PENGANTAR
Pada dasarnya setiap karya sastra memiliki tujuan atau nilai ideologi tertentu, entah itu sebagai upaya untuk mengkritisi, mendukung (mempertegas), atau merefleksikan kembali paham-paham yang ada di masyakat. Karya sastra berupa drama syarat dengan berbagai pesan moral yang tidak pernah lepas dari kondisi sosial masyarakatnya. Dibandingkan dengan karya-karya sastra lain (seperti novel, puisi, dan sastra lisan lainnya), drama memiliki ciri khas sebagai media mengkritisi masyarakat. Oleh karena itu, apa yang terdapat dalam karya drama umumnya berisi nilai-nilai politis-ideologis yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Sebagai suatu karya sastra yang syarat dengan nilai kritik sosial, tulisan ini mencoba mengungkap persoalan sosial yang terdapat di dalam drama Man and Superman. Hal ini bertolak dari sebuah gagasan bahwa karya sastra adalah refleksi sosial. De Bonald menyatakan bahwa sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat (literature is an expression of society) (via Wellek, dkk., 1990:110). Oleh karena itu, gagasan yang ada di dalamnya merupakan cerminan dari masyarakat. Karya sastra merupakan refleksi zaman dimana karya sastra itu diciptakan.
Untuk dapat mengungkap persoalan-persoalan politis yang melatari lahirnya karya sastra tersebut, maka diperlukan sebuah landasan teoritis yang dapat dijadikan rujukan dalam persoalan tersebut. Oleh karena itu, konsep Hegemoni Gramsci akan sangat tepat bila digunakan untuk mengungkap persoalan tersebut, mengingat muatan atau pesan yang ada di dalam drama ini merupakan persoalan politis-ideologis.
Konsep Hegemoni Gramsci merupakan pengembangan dari konsep Marxisme. Di dalam menganalisis konsep-konsep Hegemoni tidak pernah bisa lepas dari konsep Marxisme. Marxisme beranggapan bahwa materi merupakan suatu kekuatan mutlak bagi manusia, sedangkan dalam konsep Hegemoni Gramsci bertolak pada konsep ideologis.
Hegemoni diartikan sebagai kepemimpinan atau dominasi (Faruk, 1999:68). Untuk dapat mendominasi kelompok lain, yang paling penting bukan semata-mata materi seperti yang diutamakan dalam konsep Marxisme, tetapi yang paling utama dalam Hegemoni Gramsci adalah ideologi atau wawasan. Gramsci menyebutkan sifat dominasi dapat bersifat ekomonomik dan etis-politis. Dengan demikian materi pun dapat digunakan juga sebagai sarana hegemoni.
Drama Man and Superman karya George Bernard Shaw, merupakan karya sastra yang menggambarkan aspek hegemoni. Di dalam drama ini digambarkan bagaimana perebutan kekuasaan dan dominasi yang dilakukan tokoh-tokohnya menggunakan perangkat hegemonik. Perangkat hegemonik pertama adalah kekuatan ekonomi, kepemilikikan modal menjadi media utama dalam memperoleh kekuasaan atau pengakuan masyarakat. Kedua adalah gender, jenis kelamin laki-laki dipandang sebagai kaum yang beruntung karena dipandang lebih berharga (potensial) dari para perempuan. Ketiga, intelektualitas dipandang sebagai perangkat hegemonik yang paling kuat, dalam arti orang-orang yang cerdas dan berwawasan luas memiliki keistimewaan-keistimewaan di dalam suatu komunitas masyarakat. Kaum intelektual juga sering diasosiasikan dengan golongan tua yang dianggap sudah banyak pengalaman.
Tiga persoalan hegemoni tersebut di atas peneliti anggap sebagai grand tema dari drama tersebut. Tema besar tersebut dijabarkan dalam empat babak yaitu: (1) mengenai perselisihan perwalian Ann (dalam hal ini terdapat persolan gender), (2) dikotomi kebenaran antara kaum tua dengan kaum muda (intelektual), dan (3) isu penindasan yang dilakukan oleh penguasa yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
PEREBUTAN KEKUASAAN DAN HEGEMONI
Perebutan pengaruh atau perebutan kekuasaan merupakan hal yang sangat umum terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini disebabkan oleh adanya kepentingan yang berbeda dari masing-masing individu di dalam masyarakat. Mereka berlomba-lomba dengan berbagai cara agar dapat diakui atau dijadikan panutan oleh orang lain atau kelompok lain di dalam masyarakat. Perlombaan ini menyebabkan adanya clash antarindividu maupun antarkelompok di dalam masyarakat.
Seperti yang digambarkan di dalam drama Man and Superman, George Bernard Shaw mendeskripsikan bagaimana pertentangan tersebut terjadi. Tokoh-tokoh yang ada di dalam drama ini menggambarkankan kondisi kompetitif kehidupan manusia di dalam memperoleh dominasi antara satu dengan yang lainnya.
Tanner merupakan tokoh utama di dalam drama ini. Ia mendapat pertentangan dan perlawanan dari berbagai pihak. Ia merupakan representasi dari kaum muda yang memiliki berbagai kelebihan-kelebihan; tenaga, pemikiran dan aktivitasnya sangat berpengaruh terhadap perubahan masyarakat di sekitarnya.
John Tanner berjuang sekuat tenaga melepaskan diri dari belenggu status quo. Ia melawanan ideologi/paham kaum tua yang dianggapnya sudah usang. Ia memperjuangkan adanya kebebasan bagi setiap orang, baginya kebebasan atau kemerdekaan merupakan modal utama kehidupan seseorang. Idealisme inilah yang kemudian mendapat berbagai pertentangan (terutama dari kaum tua).
Tokoh penentang utama dari pemikiran Tanner adalah Ramsden. Roubough Ramsden merupakan tokoh yang merepresentasikan golongan tua. Ramsden menolak ber-partner dengan Tanner dalam hal menjadi wali bagi Ann. Ramsden tidak menghendaki pemikiran Tanner yang berbahaya mempengaruhi Ann.
Kekhawatiran Ramsden disebabkan oleh ketakutan akan hilangnya dominasi kaum tua terhadap Ann (dan keluarganya). Selama ini, keluarga Whitefield sangat patuh dan menghormati dirinya. Jika pemikiran-pemikiran revolusioner John Tanner tersebut menguasai Ann, maka tidak ada lagi yang akan mengikuti pemikiran Ramsden. Disinilah perebutan kekuasaan dimulai. Pertentangan kepentingan antara kaum tua dengan kaum muda dipertaruhkan di dalam memperebutkan dominasi terhadap gagasan dan ideologi.
Usaha yang dilakukan Ramsden agar pemikiran Tanner tidak menguasai orang-orang di sekelilingnya adalah dengan cara menjastifikasi bahwa buku yang ditulis John Tanner berbahaya.
Ramsdem:
“I’ll tell you, Octavious. (He takes from the table a book bound in red cloth). I have in my hand a copy of the most infamous, the most scandalous, the most mischievous, the most blackguardly book that ever escaped burning at the hands of the common hangman. I have not read it: I would not soil my mind with such filthe; but I have read what the papers say of it. The title is quite enough for me. (He reads it). The Revolutionist’s Handbook and Pocket Companion. By John Tanner, M.I.R.C., Member of the Idle Rich Class.” (Shaw, 1903: 337)
Di dalam konteks ini mulai muncul persoalan ideologis yang menjadi inti problema di dalam drama Man and Superman. Di dalam persoalan tersebut tergambar pentingnya pemikiran-pemikiran di dalam mempengaruhi masyarakat. Ide-ide atau gagasan merupakan hal terpenting di dalam memperoleh pengakuan dari komunitas lain. Gagasan merupakan senjata bagi perubahan sosial. Oleh karena itu di dalam teori hegemoni, hal yang sangat penting dikuasai adalah ide-ide atau gagasan.
Perebutan pengaruh antara John Tanner dengan Ramsden dipertajam dengan adanya perbedaan persepsi mengenai perempuan. John Tanner sebagai representasi kaum muda menghendaki kemandirian dan kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan, tetapi di sisi lain Ramsden menghendaki hal yang berbeda. Ramsden masih menginginkan ketergantungan kaum perempuan terhadap kaum laki-laki. Ramsden berharap agar Ann tetap mengonsultasikan setiap permasalahan diri dan keluarganya kepada Ramsden, bagi Ramsden, wanita adalah makhluk yang lemah, baik secara mental maupun emosional.
Bertolak dari adanya perebutan kekuasaan tersebut, dari hasil pembacaan atas karya drama ini ditemukan adanya tiga tipologi hegemoni. Masing-masing tipologi tersebut adalah: hegemoni kaum laki-laki atas kaum perempuan, hegemoni penguasa terhadap rakyatnya (negara politik dan masyarakat sipil), dan hegemoni antara kaum tua terhadap kaum muda (intelektual versus masyarakat biasa).
Hegemoni Laki-Laki terhadap Perempuan
Kaum perempuan di dalam masyarakat Inggris mendapat posisi yang kurang menguntungkan. Di dalam berbagai bidang, kaum perempuan memiliki keterbatasan-keterbatasan. Oleh karena itu, kaum perempuan tidak mendapat posisi atau fasilitas sebagaimana halnya kaum laki-laki. Perempuan harus mendapat izin suami ketika hendak keluar rumah, tidak boleh bekerja di luar rumah, dan lain sebagainya. Karena pembatasan-pembatasan tersebut, kaum perempuan menjadi inferior.
Akibat dari perlakuan yang tidak adil tersebut, kaum perempuan selalu bergantung pada kaum laki-laki, meskipun hanya sekedar memutuskan persoalannya sendiri, ia harus mengonsultasikan kepada pihak laki-laki. Segala sesuatu yang akan dilakukan harus mendapat persetujuan dari pihak laki-laki. Seorang istri harus meminta izin suami ketika ingin keluar rumah, bahkan ketika anak perempuan yang ayahnya meninggal, ia harus memiliki seorang wali laki-laki. Seorang ibu tidak bisa menggantikan kedudukan seorang ayah dalam hal-hal yang lebih besar, terutama dalam persoalan perkawinan.
Anggapan kaum perempuan tidak memiliki kemampuan dalam hal kehidupan, sebenarnya bukan semata-mata datang dari orang lain, tetapi terkadang datang dari kaum perempuan sendiri yang merasa tidak mampu, seperti halnya yang terjadi pada Nyonya Whitefield yang merasa tidak bisa memegang amanah kehidupan yang dianggapnya sangat sakral. Wasiat suaminya menyangkut amanah yang harus ia limpahkan kepada orang yang dianggap mampu (wasiat suami adalah sesuatu yang sakral dan suci).
Nyonya Whitefield: (hastily) “No, Ann, I do beg you not to put it on me. I have no opinion on the subject; and if I had, it would probably not be attended to. I am quite content with whatever you thee think best.” (Shaw, 1903: 348).
Adanya asumsi yang merendahkan kaum perempuan dalam masyarakat Inggris menjadikan kaum perempuan tersubordinat, masyarakat memposisikan kaum perempuan sebagai orang kedua. Perempuan ditempatkan dalam posisi yang tidak strategis. Dalam hal pekerjaan, rumah tangga, dan sosial politik, perempuan sangat tergantung pada laki-laki. Dalam ranah rumah tangga, perempuan memiliki tanggung jawab dalam mengasuh anak dan mengurus dapur. Di sisi lain, tanggung jawab keluarga yang bersifat keluar menjadi tanggungan laki-laki, seperti mencari nafkah.
Selain polemik mengenai perempuan dalam ranah keluarga, persoalan perempuan pun timbul dalam ranah agama. Polemik pertemuan Don Juan dengan seorang wanita tua merupakan gambaran bagaimana stigma agama terhadap perempuan. Di dalam agama, perempuan digambarkan sebagai makhluk lemah, baik secara psikis maupun biologis. Secara politis, perempuan harus menggantungkan segala-galanya kepada laki-laki, sehingga keberadaannya hanya sebagai pelayan bagi kebutuhan laki-laki.
Anggapan bahwa yang kuatlah yang akan menjadi pemenang sebagaimana yang terdapat di dalam teori Darwin, menjadi kenyataan dalam kehidupan manusia. Hal ini menjadi pegangan bagi John Tanner untuk menghindarkan sikap manusia dari anggapan tersebut. Tanner menyadari bahwa yang lemah akan menjadi sasaran bagi orang lain atau komunitas lain untuk diperalat. Kaum lemah akan selalu menjadi korban bagi kaum yang kuat; sebagaimana orang kaya akan memperalat orang miskin, laki-laki memperalat perempuan, orang dewasa memperalat anak-anak dan seterusnya.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menghindarkan diri dari kondisi yang tidak menguntungkan tersebut adalah dengan menanamkan wawasan dan kekuatan kepribadian. John Tanner terus memperjuangkan gagasan-gagasannya melalui buku Pegangan Bagi Revolusionis. Buku tersebut sangat berpengaruh bagi masyarakat yang menyadari pentingnya kemandirian dan kemerdekaan. Dengan kemerdekaan dan kemandirian, seseorang dapat mencapai segala sesuatu yang dicita-citakan dan akan menjadi makhluk merdeka. Meskipun dengan berbagai pertentangan dan penolakan, akhirnya Tanner dapat mempengaruhi Ann. Dalam berbagai kesempatan, Ann telah menerima dan menerapkan pemikiran Tanner tersebut, meskipun awalnya ia menolak gagasan John Tanner. Ia bahkan berani menolak saran ayahnya demi nama kebenaran. Gambaran tersebut menunjukan perkembangan pemikiran Ann yang dipengaruhi pemikiran baru dari Tanner. Pergaulannya dengan Tanner dan Don Juan memberikan wawasan dan keberanian dalam menentukan kehidupannya sendiri. Ann mulai berani membela diri dan menetukan jalan hidupnya sendiri.
Perubahan pemikiran atau sikap Ann tersebut memerlukan proses yang cukup lama. Hasil pergaulannya dengan masyarakat dan pengalaman hidupnya berpengaruh terhadap pola pikir Ann. Selain itu, ia pun sadar bahwa setiap orang memiliki hak dan kesempatan yang sama tanpa memandang jenis kelamin dan perbedaan lainnya.
Hegemoni Penguasa terhadap Orang Kecil
Gambaran mengenai hegemoni antara penguasa dengan orang kecil dapat dilihat di dalam hubungan pemerintah dengan rakyat, orang tua dengan anak, atau hubungan antara majikan dengan para buruh. Dalam konteks ini, penguasa umumnya memperlakukan bawahannya sekehendak mereka. Sepanjang bawahan atau buruh menguntungkan, mereka akan tetap dijamin hak-hak terbatasnya. Sebaliknya, jika bawahan atau kaum buruh tidak memenuhi keinginan penguasa, maka dengan mudah para majikan akan meggantikan mereka dengan buruh lain.
Selain perlakuan tidak manusiawi, hubungan antara majikan dengan bawahan tidak bisa seharmonis sebagaimana hubungan dengan sesamanya. Ada pembatasan-pembatasan yang menyebabkan bawahan tidak dapat menerima atau mengakses fasilitas atau media yang dinikmati oleh para majikan.
Kondisi yang sangat kontras ini juga terdapat di dalam masyarakat Inggris, kehidupan kaum buruh dalam kondisi sangat memprihatinkan. Tenaga dan pikiran terkuras dan kondisi ekonomi mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Akibatnya, para buruh tidak dapat memikirkan kesejahteraan diri meraka sendiri maupun keluarganya. Kondisi seperti inilah yang terjadi di era industrialisasi di dalam masyarakat Inggris.
Adanya kesenjangan yang sangat menyolok tersebut diputarbalikan John Tanner. Jika di dalam masyarakat Inggris umumnya kaum buruh atau pembantu tidak mendapat posisi yang sama, Tanner justru memfasillitasi dan memperlakukan pekerja (sopirnya) dengan sangat istimewa. Sopirnya dapat menikmati fasilitas yang dimiliki John Tanner, demikian juga perlakuan-perlakuan manusiawi lainnya.
TANNER: (Introducing) “My friend and chaufeur.”
THE SULKY SOCIAL-DEMOCRAT: (Suspiciously) “Well, which is he? Friend or show-foor? It makes all the difference, you know” (Shaw, 1903: 409).
MENDOZA: “What I say is, let us treat one another as gentlemen, and strive to excel in personal courage only when we take the field.” (Shaw, 1903: 408)
Tanner berprinsip bahwa penghargaan majikan kepada bawahan merupakan bentuk memanusiakan seseorang meskipun dia bawahan. Hal ini memberikan motivasi kepada bawahan sehingga mereka merasa berharga sebagai manusia dan profesi yang dimiliki. Seseorang akan merasa bangga dengan kedudukannya karena mendapat pengakuan (sesuai dengan profesi masing-masing). Orang tidak malu atau rendah diri karena posisi yang tidak menguntungkan atau tidak setrategis. Hal inilah yang ingin disampaikan oleh George Bernard Shaw dalam drama ini, yaitu makna kehidupan yang harus dipahami oleh masyarakat.
Dengan kesadaran terhadap posisi setiap orang dalam masyarakat, maka akan terwujud optimisme dalam menjalani kehidupan. Optimisme merupakan kondisi potensial dalam membangun sebuah komunitas suatu masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu dan individu yang berpikir positif akan sangat mempengaruhi masa depan mereka. Situasi ini mampu menjadikan seseorang merdeka, sehingga akan memberikan peluang untuk mencapai cita-cita dan harapan kehidupan yang lebih baik.
Menurut GBS, pemikiran yang merdeka merupakan kebutuhan setiap orang. Dengan kemerdekaan dan kebebasan, seseorang dapat mengembangkan diri menjadi lebih baik. Menjadi manusia yang merdeka adalah menjadi manusia yang otonom. Oleh karena itu, setiap individu hendaknya berpikiran merdeka, tidak perlu takut dengan orang lain atau kelompok lain.
TANNER: “Do! Break your chains. Go your way according to your own conscience and not according to your mothers. Get your mind clean and vigorous; and learn to enjoy a fast ride in a motor car instead of seeing nothing in it but an excuse for a detestable intrigue……” (P. 33,l. 148)
Inilah pertentangan ideologis antara pemikiran kapitaslis, dimana hubungan antara majikan (borjuis) dengan bawahan (buruh/proletar) merupakan hubungan ekonomis. Majikan melakukan kontak dengan para buruh sepanjang memiliki keperluan produksi. Keterkaitan atau keterikatan para buruh disebabkan oleh kepentingan ekonomi. Kondisi ini menjadikan para buruh mudah dikendalikan oleh para penguasa karena secara ekonomi buruh tergantung kepada majikan mereka. Dengan demikian, secara politik buruh tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Perlawanan masyarakat sipil terhadap penguasa digambarkan melalui pertemuan Tanner dengan Mendoza. Pertemuan tersebut merupakan gambaran riil terhadap maksud penulis menggambarkan perbedaan pandangan dari kedua golongan ini (Babak III). Ditambah lagi dengan hadirnya para anarkis yang dalam pandangan para penguasa dianggap sebagai musuh bersama. Namun demikian, anarkhisme dalam drama ini justru digambarkan sebagai sesuatu yang bertolak belakang. John Tanner mendukung kaum anarkis karena mereka lebih terhormat dibandingkan dengan para penguasa yang memeras rakyat lemah. Kaum anarkis dianggap wajar, meskipun mereka melakukan kejahatan tetapi bertujuan membebaskan diri dari kekangan dan dominasi penguasa dholim, bahkan apa yang mereka lakukan pada umumnya digunakan untuk kepentingan bersama.
Pertemuan Mendoza dan Tanner menggambarkan berbagai persoalan, terutama berkaitan dengan kekuasaan dan persoalan ekonomi. Persoalan utamanya adalah ketidakadilan para penguasa yang melahirkan anarkisme. Anarkisme tidak akan pernah terjadi selama ada keadilan. Ketimpangan dan diskriminasi yang dilakukan para penguasa mengakibatkan sebagian golongan yang merasa terdiskriminasi membentuk sebuah kelompok untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Ungkapan mengenai tindakan perampokan yang dilakukan oleh kelompok Mendoza terhadap orang-orang kaya merupakan sindiran.
MENDOZA: (with dignity) “Allow me to introduce myself. Mendoza, President of the League of the Sierra! (Posing loftily) I am a brigand: I live by robbing the rich. “(Shaw, 1903: 409)
Ungkapan Mendoza dibalas dengan mengatakan bahwa Tanner menghidupi dirinya dengan merampok orang-orang miskin.
TANNER: (Promtly) “I am a gentleman: I live by robbing the poor. Shake hands.” (Shaw, 1903: 409)
Ungkapan kedua tokoh yang bertolak belakang ini merupakan lelucon sekaligus sindiran bahwa semua lapisan masyarakat melakukan kejahatan, dari orang yang berkedudukan rendah sampai mereka yang berkedudukan paling tinggi. Masing-masing golongan berebut pengaruh, ingin saling mendominasi kelompok lain.
Mendoza adalah pimpinan eksekutif sebuah kelompok penjahat yang berjuang mendapatkan pengakuan dari masyarakatnya. Kelompok ini disebut dengan kelompok yang tersingkirkan karena tidak memiliki profesi terhormat sebagaimana halnya para bangsawan dan penguasa terdidik lainya. Walhasil, mereka melakukan berbagai kejahatan dengan merampok orang-orang kaya. Kelompok ini menamakan diri mereka sebagai kelompok sosialis. Kehidupan komunitas ini memiliki solidaritas tinggi dengan sesamanya. Saling menghormati, saling membantu, dan saling berbagi adalah ciri dari masyarakat sosialis. Kehidupan masyarakat sosialis tidak semata-mata memikirkan diri sendiri, mereka berjuang untuk kepentingan bersama. Mendoza menganggap tindakannya merampas orang-orang kaya bukan suatu kejahatan, melainkan suatu usaha untuk meratakan kekayaan kepada masyarakat luas. Mendoza menganggap bahwa tidak sepantasnya kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir orang.
Kelompok yang dipimpin oleh Mendoza menamakan diri sebagai kelompok beraliran sosialis demokrat. Mereka memiliki paham pemerataan ekonomi bagi seluruh rakyat. Hal ini merupakan sindiran bagi paham kapitalis yang mendominasi masyarakat Inggris pada saat itu. adegan ini merupakan cerminan idealisme yang harus dibangun, seorang sosialis harus mampu menggabungkan konsep-konsepnya kepada seluruh masyarakat tanpa pandang bulu. Perbedaan kelas, keturunan, apalagi tingkat kekayaan, tidak dijadikan persoalan dalam pembangunan masyarakat.
Perubahan kondisi sosial politik dengan serta merta mengubah sosio-ekonomi dan sosio-budaya masyarakat Inggris. Oleh karena itu, pola tata sosial masyarakat pun berubah. Strata masyarakat semakin kompleks disebabkan lahirnya kelas sosial baru. Dengan perubahan sistem feodalisme ke sistem kapitalistik, maka orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki kedudukan justru menjadi pengendali sosial. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan dalam bidang ekonomi yang diraih kelompok kelas menengah yang terdiri dari para tenaga ahli, pegawai negeri, dan pedagang.
Pada zaman feodal, orang yang memiliki kedudukan terhormat ditentukan oleh keturunan bangsawan. Pada era kapitalisme, kedudukan seseorang ditentukan oleh kekayaan. Kondisi ini membuat hubungan antarindividu sangat dibatasi oleh golongan-golongan tertentu. Orang miskin tidak dapat melakukan komunikasi (hubungan personal) secara bebas dengan orang kaya. Seorang bangsawan juga tidak akan mungkin merasa dekat dengan orang miskin. Sebaliknya, antara bangsawan dan orang kaya dapat melakukan komunikasi dengan baik. Hubungan orang kaya bangsawan dengan orang miskin umumnya hanya sebatas hubungan bawahan dengan atasan (majikan-buruh), tidak ada nilai sosial yang dapat menyetarakan mereka. Dalam drama Man and Superman gerakan perjuangan kesetaraan ini tergambar dalam diri Mendoza yang mencintai Louisiana.
Gambaran hubungan Mendoza yang mencintai Lousiana tidak akan pernah terwujud karena Louisiana merupakan keturunan orang miskin, sedangkan Mendoza berasal dari kelompok orang kaya. Meskipun demikian, karena Mendoza seorang sosialis yang melakukan kontak dengan orang-orang yang termarjinalkan, maka ia bertekad menikahi Louisiana. Ini adalah pendobrakan adat atau tatanan yang telah mapan. Mendoza tidak memikirkan garis keturunan Louisiana dan mendesaknya untuk menikahinya.
Hegemoni Kaum Tua terhadap Kaum Muda
Hegemoni kaum tua terhadap kaum muda dapat dilihat dalam hubungan Ramsden dengan John Tanner, Ramsden dengan Ann, dan lain sebagainya.
Selain sebagai orang kaya, Ramsden adalah orang yang dituakan, oleh karena itu ia sangat berpengaruh di dalam masyarakat. Kata-kata dan perintah Tuan Ramsden didengar dan diikuti oleh masyarakat. Kedudukan yang istimewa tersebut menjadikannya sangat dihormati. Ia bahkan berkedudukan seperti raja yang disegani, dihormati, dan kata-katanya bagaikan petuah. Ia bahkan sering menjadi juru “selamat”, banyak orang berkonsultasi kepadanya ketika menghadapi persoalan hidup. Ia dimintai pertimbangan atas berbagai persoalan kehidupan masyarakat.
Gambaran mengenai kedudukan Ramsden mengindikasikan bahwa kewibawaan dan kehormatan seseorang sangat ditentukan oleh keturunan, kekayaan, dan umur. Seseorang yang secara ekonomi mapan akan menjadi panutan dalam masyarakat. Kondisi itu menyebabkan manusia berlomba-lomba dalam mendapatkan kekayaan. Orang percaya dengan kekayaan ia akan dihormati, demikian juga dengan orang-orang yang memiliki kelebihan pengetahuan, ketrampilan, dan wawasan (pengalaman) tertentu.
Gambaran keluarga Ramsden merupakan keluarga yang menganut sistem feodal. Di dalam masyarakat feodal, tata krama merupakan aspek penting, bahkan sakral. Keluarga feodal memberlakukan ketentuan-ketentuan yang sangat ketat dan tak seorang pun berani melanggarnya. Tidak sembarang orang bisa masuk ke wilayah atau tempat raja/majikan. Sikap dan perilaku keluarga feodal selama di dalam rumah diatur sedemikian rupa, anak-anak, suadara dan siapapun yang datang ke rumah Ramsden harus mengikuti protokoler keluarga tersebut.
Saat Octavius berkunjung ke rumah Ramsden, Octavius tidak serta merta dapat memasuki rumah Ramsden, meskipun ia masih saudara dengan Ramsden, ia tetap harus mengikuti protokoler di dalam keluarga tersebut. Hal tersabut tergambar ketika pembantu rumah tangga meminta terlebih dahulu persetujuan dari tuan rumah, apakah Octavius dipersilahkan menemui Ramsden atau tidak. Setelah mendapat persetujuan, Octavius baru masuk rumah menemui Ramsden.
Gambaran ini menunjukan bahwa di dalam keluarga yang terkecil pun para bangsawan memiliki “protokuler” di dalam menerima tamu. Peraturan ketat tersebut menunjukan bahwa tidak semua orang dapat menemui Ramsden. Tata cara ini mengindikasikan adanya sekat atau pembatas antarindividu dalam pergaulan orang-orang kaya.
Situasi tersebut jauh berbeda dengan tatakrama masyarakat biasa (egaliter). Paham akan kesetaraan dan kesamaan hak dalam masyarakat biasa sangat dominan, tidak ada sekat-sekat hubungan dalam kehidupan. Oleh karena itu tatakrama yang diberlakukan Tuan Ramsden diputarbalikkan oleh tokoh John Tanner. Jika Tuan Ramsden memperlakukan orang lain penuh dengan peraturan, Tanner justru memberi kebebasan kepada siapapun, termasuk pesuruhnya (Straker). Tanner berusaha mengubah ketentuan masyarakat feodalis yang dibudayakan Ramsden. Hal ini dapat dilihat dari sikap Tanner saat memasuki rumah Ramsden tanpa sepengetahuan Ramsden. Ia masuk ke dalam rumah tersebut bersama Nyonya Whitefield.
Pada babak ke-2 digambarkan perlawanan kaum muda terhadap kaum tua. Bentuk perlawanan John Tanner adalah dengan memutarbalikan tata nilai yang ada di dalam masyarakat. Perlawanan kaum muda atas sikap hidup juga dilakukan dengan suatu pertentangan atas perlakuan seseorang. Jika kaum tua memperlakukan bawahan sebagai pelayan yang tidak berharga, bawahan harus tunduk dan tidak mendapat hak-hak sebagaimana orang bebas. Bawahan harus bersikap tunduk dan patuh tampa ada komunikasi dua arah, seperti seorang pembantu yang tidak boleh mengemukakan pendapat atau memberi saran kepada majikannya.
TANNER: (Working himself up into a sociological rage) “Is that any reason why you are not to call your soul your own? Oh, I protest against this vile abjection of youth to age! Look at fashionable society as you know it. ... “
.... I tell you, the first duty of manhood and womanhood is a Declaration of Indepnedence: the man who pleads his father’s authority is no man: the woman who pleads her mother’s authority is unfit to bear citizents to a free people....” (Shaw, 1903: 390).
Pernyataan tersebut merupakan ungkapan lugas akan ketidaksetujuan Tanner dengan Tuan Ramsden. Baginya, kebebasan dan kemandirian merupakan modal kehidupan yang paling penting bagi manusia. Kemandirian merupakan modal dalam menjalani hidup manusia. Orang yang masih bergantung pada orang lain ibarat hidup dalam penjara.
Ramsden tidak menghargai John Tanner sebagai partner dalam membimbing Ann. Hal ini merupakan bukti ketidakharmonisan hubungan antara kaum tua dengan kaum muda. Pemikiran Tanner dianggap belum mapan dan sangat berbahaya bagi masa depan Ann, bahkan Ramsden melarang Ann membaca buku karya John Tanner.
RAMSDEN: “I’ll tell you, Octavious. (He takes from the table a book bound in red cloth). I have in my hand a copy of the most infamous, the most scandalous, the most mischievous, the most blackguardly book that ever escaped burning at the hands of the common hangman. I have not read it: I would not soil my mind with such filthe; but I have read what the papers say of it. The title is quite enough for me. (He reads it). The Revolutionist’s Handbook and Pocket Companion. By John Tanner, M.I.R.C., Member of the Idle Rich Class.” (Shaw, 1903: 337)
Ungkapan ini menunjukan penilaian sebuah karya anak muda yang dianggap membahayakan kekuasaan kaum tua. Kekhawatiran tersebut menunjukan bahwa gagasan adalah sesuatu yang paling berpengaruh dalam kehidupan seseorang. Teori Hegemoni Gramsci mendukung asumsi tersebut, sehingga setiap pemikiran yang berbahaya harus dijauhkan dari wacana atau pemikiran seseorang. Jika perlu, publikasi yang dapat merusak konsep-konsep yang sudah mapan dihilangkan.
TANNER: “It’s all my own doing: that the horrible irony of it. He told me one day that you were to be Ann’s guardian; and like a fool I began arguing with him about the folly of leaving a young woman under the control of an old man with obsolete ideas.” (P. 5, L. 56)
Gambaran pertentangan antara Ramsden dengan John Tanner merupakan pergolakan batin antara kaum tua dengan kaum muda. Lebih jauh dari itu, pertentangan tersebut merupakan representasi dari ketegangan antara paham feodalistik dengan pemikiran revolusionis. Ramsden dapat diasosiasikan sebagai kaum tua yang merepresentasikan pemikiran-pemikiran feodalistik masyarakat Inggris, sedangkan John Tanner mewakili seorang revolusionaris yang berpikiran maju. Pemikiran John Tanner adalah produk dari perkembangan pemikiran Marxisme yang menentang klasifikasi kelas dan diskriminasi (Babak 3).
Pertentangan antara kaum tua dengan kaum muda dijabarkan kembali dalam babak ke empat atau babak terakhir. Dalam babak ini digambarkan pertentangan Hektor dengan ayahnya, Malon. Pertentangan tersebut bermula ketika Malon membuka surat rahasia Hektor. Hektor marah besar kepada ayahnya karena merasa privasinya dilanggar. Hector beranggapan bahwa sebuah surat pribadi adalah sebuah rahasia yang tak seorang pun boleh membukanya kecuali yang berhak membacanya.
HECTOR: “Well, you’ve just spoiled it all by opening that letter. A letter from an English lady, not addressed to you—a confidential letter! A delicate letter! A private letter! Opened by my father! That’s a sort of thing a man can’t struggle againtst in England. The sooner we go back together the better. (He appeals mutelly to the heavens to witness the shame and anguish of two outcasts).” (Shaw, 1903: 484)
Pertentangan yang dilakukan oleh Hector sebenarnya bukan semata-mata persoalan privasi, namun di dalamnya terdapat nilai budaya yang mengindikasikan perubahan cara pandang orang tua terhadap kehidupan. Kaum tua umumnya lebih mempertimbangkan aspek keturunan di dalam menentukan pendamping hidup bagi anak-anak mereka. Bagi mereka, keturunan bangsawan atau orang kaya dapat mengangkat harkat dan martabat bagi keluarga. Oleh karena itu jika anak-anak mereka akan menikah tidak bisa dilakukan dengan sembarang orang, tetapi harus mempertimbangkan latar belakangnya.
Hal itu berbeda dengan pandangan kaum muda yang lebih modern. Aspek keluarga atau keturunan tidak begitu diperhatikan, yang paling penting bagi mereka adalah faktor suka sama suka. Dengan demikian, seorang anak bangsawan dapat saja menikah dengan anak petani atau buruh biasa. Konsep ini akan menghilangkan sekat-sekat sosial yang dapat merusak hubungan antara golongan.
VIOLET: “What objection have you to me, pray? My social position is as good as Hector’s, to say the least. He admits it.” (Shaw, 1903: 481).
Idealisme yang dibangun kaum muda sebenarnya sangat sesuai dengan perkembangan zaman. Pertimbangan bibit, bobot dan bebet tidak lagi menjadi hal urgen. Pertimbangan-pertimbangan tersebut hanya akan mempersulit kehidupan seseorang.
Kepercayaan dan rasa tanggung jawab Malone ditolak oleh Hector dengan alasan dirinya bisa mandiri. Ia tidak mau menggadaikan kemerdekaannya dengan alasan ekonomi. Baginya, kemerdekaan merupakan harga yang tidak dapat ditawar-tawar, karena kemerdekaan merupakan modal seseorang menentukan kehidupannya sendiri.
Penutup
Pertentangan akibat perbedaan kepentingan sangat sering terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Adanya perbedaan kepentingan tersebut memacu setiap orang berlomba untuk dapat mendominasi individu atau golongan lainnya. Dalam drama ini secara jelas telah ditunnjukkan bagaimana pertentangan kepentingan tersebut. Masing-masing orang memiliki kepentingan, demikian juga masing-masing kelompok masyarakat.
Agar tidak menjadi kelompok tertindas, maka diperlukan adanya kesadaran akan pentingnya membekali diri dengan perangkat hegemonis. Perangkat hegemonis yang paling penting adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan atau wawasan dapat membebaskan seseorang dari ketertindasan di dalam kehidupan masyarakat. Ilmu pengetahuan mampu mengangkat kedudukan seseorang atau sekelompok orang dari kelompok yang lainnya.
Kesadaran akan pentingnya pembebasan diri dari ketertindasan ini, membawa kita pada kesadaran akan pentingnya penguasaan pengetahuan. Oleh karena itu, penting kiranya menelaah karya-karya GBS ini sebagai sumber pemahaman kita akan konsep-konsep sosial yang dituangkan dalam karya-karyanya. GBS tidak hanya mendidik kita akan pentingnya pemahaman nilai sosial, tetapi secara tidak langsung ia telah memberikan alternatif alat perjuangan yang sangat penting di dalam merubah kesadaran sosial. Karya sastra adalah salah satu media propaganda yang sangat efektif di dalam mempengaruhi perubahan sosial tersebut. Semoga hal ini juga dapat kita lakukan di negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bernard, Shaw, George. 2004. Man and Superman and Other Three Plays, (Introduced by John A. Bertolini). New York: Barnes & Noble Classic.
Barry, Peter. 1995. Begining Theory An Introduction to Literary and Cultural Theory. New York: Manchester University Press.
Bocock, Robert. 1985. Pengantar Komprehensif Untuk Memahami Hegemoni. Yogyakarta: Jalasutra.
Burke, John. 1985. An Illustrated History of England. . London: Book Club Associates.
Damono, Sapardi Djoko. 1975. Sosiologi Sastra; Sebuah Pengetahuan Ringkas, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Eagleton, Terry. 1981. Criticism and Ideology, A Study in Marxis Literary Theory: An Introduction. Minneapolis: University of Minneasota Press.
Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hoare, Quintin and Geoffrey Nowell Smith. 1983. Selection from The Prison Notebooks of Antonio Gramsci. New York: International Publishers.
Patria, Nezar, dan Andi Arif. 2003. Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rachman, Arif. 2008. Keterkaitan Kajian Budaya dan Studi Sastra di Inggris: Sebuah Telaah Singkat. Yogyakarta: Jurnal Humaniora. Vol. 20 no. 1. hal. 18-25. UGM.
Thursday, April 22, 2010
Perebutan Kekuasaan dan Hegemoni dalam Drama Man and Superman Karya George Bernard Shaw
Posted by Wajiran, S.S., M.A. at 8:06 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment