Sponsor Links

Thursday, July 22, 2010

Kehancuran

Kehancuran


“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud)


Kenapa ya sekarang ini orang lebih suka marah? Suka berdebat dan suka mengumbar aurat? Bahkan lebih ironis lagi suka membuka aib diri sendiri di depan umum?

Di media-media masa hampir tidak pernah lepas dari tampilan tampang-tampang artis yang “mempromosikan” kemolekan tubuhnya. Tanpada ada rasa malu, ia pamer apa yang seharusnya dirahasiakan. Bahkan dengan bangga mengabadikan kebejatan dalam media yang menggemparkan.

Ironis, memang kehidupan ini. Semua sudah berbalik 190’. Panutan jadi cemoohan bahkan hujatan dan berdebatan. Sedangkan larangan jadi panutan dan kebanggaan.

Itulah kehidupuan. Kehidupan yang tidak pernah berhenti mencari sensasi. Kehidupan yang tidak pernah berhenti mencari persoalan. Seolah hati kita sudah tertutup dengan awan, tidak dapat membedakan mana ajaran dan larangan.

Perdebatan jadi tontonan. Kebejatan jadi modelan. Kekerasan jadi ajaran. Maka tidak heran jika setiap orang dilahirkan untuk mengalahkan, bukan mencari kebenaran. Rujukan mereka adalah rujukan syaitan. Tuhan dianggap tidak bisa mendatangkan kedamaian. Sehingga mereka mencari kedamaian dengan kepopuleran dan kekayaan. Tidak lagi berfikir bahwa semua hanya titipan.

Manusia memang aneh. Suka mencari sesuatu yang beda. Agar jadi sorotan. Semakin aneh dianggap semakin modern dan dianggap kebenaran. Orang pun berbondong-bondong mengikuti tren kepopuleran tanpa ada pertimbangan kebenaran hakiki.

Kebenaran sudah sangat subjektif. Hanya tergantung siapa yang mengatakan dan kemampuan mempertahankan. Yang bejat diagungkan dan dipuja. Sedangkan yang sholeh disingkirkan dan diabaikan. Sungguh ironis memang kehidupan kita ini. Tidak ada lagi yang tahu kebutaan kita ini. Kita bahkan lebih banyak berdiam mencari aman. Kita tidak berani melawan arus kebobrokan. Karena takut lahan hilang.

Sungguh suatu pertanyaan. Sampai kapan kita akan berjalan dalam kelam. Apakah akan sampai pada titik kehancuran? Atau memang saat ini kita sudah hancur.

0 comments: